Sex tidak memuaskan, ceraikan saja
muslimah butuh kepuasan sex |
dikutip dari berita viva.co.id hari Minggu, 2 Februari 2014, dimana media ternama ini melangsir Seks Kurang Memuaskan, Ribuan Wanita Saudi Tuntut Cerai.
Di Saudi, perceraian dengan alasan seks jarang ditelusuri buktinya.
Lebih dari 1.650 warga di Arab Saudi dilaporkan mengajukan tuntutan cerai pada 2013 lalu. Data yang dirilis oleh Kementerian Keadilan di Kerajaan Saudi itu menyebut kurangnya hubungan seks sebagai alasan warga menuntut cerai dari pasangannya.
Diberitakan Al Arabiya pada pekan lalu dari angka statistik itu, sebanyak 1.371 tuntutan perceraian diajukan oleh wanita, sedangkan 238 lainnya diajukan oleh pria.
Menurut seorang penasihat hukum dan mantan hakim di Dewan Pengaduan, Ahmed Saqia, proses litigasi kasus biasanya terjadi di kampung halaman wanita. Proses sidangnya pun tidak akan memakan waktu lebih dari delapan hari, karena isunya yang sensitif.
Saqia menyebut isu perceraian yang disebabkan kurang memuaskannya hubungan seks dalam kehidupan pernikahan adalah hal yang memalukan.
"Kebanyakan hal itu dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Pemahaman demikian diyakini oleh beberapa orang khususnya yang tinggal di daerah pedalaman dan pinggir kota," ungkap Saqia.
Dia menambahkan biasanya kasus perceraian diselesaikan melalui mediasi berdasarkan hukum syariah Islam. Namun, perceraian dengan alasan kurangnya hubungan seks, menurut Saqia, jarang ditelusuri lebih lanjut buktinya.
Apabila seorang wanita mengaku dia tidak merasa puas di atas ranjang, maka itu sudah dinyatakan cukup, oleh hakim untuk memutus hubungan pernikahan sesuai dengan Hukum Syariah. Tetapi, 60 persen di antaranya bisa diselesaikan melalui jalur rekonsiliasi atau perdamaian.
Saqia pun turut memuji langkah Kementerian yang mempublikasikan data itu. Menurut dia, data statistik itu menunjukkan transparansi dan mengizinkan para peneliti serta para ahli untuk mengatasi permasalahan mereka.
Seorang psikoterapi yang khusus menangani isu keluarga dan sosial, Hani al-Ghamdi mengatakan wanita yang dibesarkan dalam masyarakat konservatif tidak perlu merasa malu untuk menuntut cerai atas alasan seksual. Hani menyebut itu merupakan reaksi normal.
"Kasus semacam ini selalu ada dan masih tetap ada hingga saat ini di pengadilan. Yang membuat saya terkejut justru banyak seperti baru mendengar kasus ini. Para ahli seperti kami sudah mengetahui kasus semacam ini sejak bertahun-tahun lalu," kata Ghamdi.
Ghamdi berpendapat bahwa seseorang harus paham bahwa salah satu pilar esensial dalam kehidupan pernikahan adalah hubungan seks. Tidak ada yang keliru soal itu.
"Ketika seorang istri mengeluh soal masalah ini, itu berarti ada yang gagal di dalam rumah tangga. Itu merupakan hak istri untuk mengeluh soal itu," ujarnya.
Bahkan, lanjut Ghamdi, para pendahulunya pun telah membenarkan bahwa kehidupan seksual merupakan bagian yang penting dari sebuah kehidupan pernikahan yang bahagia.
Namun, dia menyebut kasus semacam itu tidak hanya terjadi di Saudi saja. Ketika menemukan masalah itu, Ghamdi cenderung tidak merekomendasikan pasangan suami istri untuk becerai.
"Kami lebih memilih untuk menyelesaikan konflik ini. Hubungan seksual adalah sesuatu yang rumit. Gangguan dan hubungan seks di luar pernikahan merupakan permasalahan utama dalam kasus ini," kata dia.
Namun, tidak semua pengacara nyaman mengurus kasus perceraian dengan alasan ini. Seorang sumber di bidang hukum yang menolak disebutkan namanya mengatakan pengacara pria kerap merasa tidak nyaman mengatasi kasus semacam ini.
Menurut sumber tersebut, para pengacara biasanya akan meminta klien mereka untuk pergi berkonsultasi ke psikolog. Sementara di mata seorang pengacara, Sultan Zahem, menganggap angka yang dipublikasikan Kementerian jauh lebih rendah ketimbang jumlah kasus yang ditemukan di pengadilan.
No comments:
Post a Comment