pendapat dan wawancara tentang Temuan Kontroversi Makam Keluarga Yesus

Temuan Kontroversi Makam Keluarga Yesus

Berikut merupakan Tanya-Jawab (Debat) antara Ioanes Rakhmat dengan Herlianto tentang Makam Yesus yang dihimpun oleh Jaringan Islam Liberal. 
IR = Ioanes Rakhmat, 
Her = Herlianto

IR: Baru permulaan saja nama saya sudah salah ditulis. Yang benar adalah: Ioanes Rakhmat. Jadi, saya pesimistik dari awal kalau tanggapan sdr. Herlianto ini akan berisi ketepatan dan kebenaran.

Her: Menyedihkan sekali kalau seorang doktor menggeneralisasikan sebuah kekeliruan tulis 'kh'dengan 'ch' dengan ketepatan dan kebenaran dalam menulis diskusi ilmiah (saya teringat obrolan di warteg: Suharto menggunakan kata 'daripada' saja nggak ngerti, gimana dia bisa jadi negarawan?). 
Generalisasi semacam inilah yang sering terlihat dalam tulisan-tulisan IR. Yang menarik lagi adalah keliru satu hurufh namanya 'kh' disebut 'ch' saja sudah alergi padahal bisa begitu saja mengidentikkan 'mariamene' dengan 'mariamne' (kurang satu huruf e dalam Acts of Philip), padahal itu asumsi yang belum dibuktikan!

Kontroversi Temuan Makam Keluarga Yesus

Kontroversi Temuan Makam Keluarga Yesus

Menarik membaca 'Kontroversi Temuan Makam Keluarga Yesus' yang dimuat di harian Kompas, 5 April, yang ditulis sdr. Ioanes Rachmat, hanya perlu dikoreksi karena banyak informasinya tidak lengkap dan akurat.
Menarik juga untuk mencermati beberapa sanggahan yang ditulis oleh Pak Herlianto (www.yabina.org) yang juga termuat di Kompas bagian surat pembaca.
(Ini surat pembaca yang dikirimkan ke harian Kompas)

Menarik membaca 'Kontroversi Temuan Makam Keluarga Yesus' yang dimuat di harian Kompas, 5 April, yang ditulis sdr. Ioanes Rachmat, hanya perlu dikoreksi karena banyak informasinya tidak lengkap dan akurat.

Disebutkan bahwa Mariamene e Mara adalah Maria Magdalena, ini asumsi prematur, soalnya tidak ada buktinya. Memang dalam Kisah Filipus ada nama Mariamne, tapi disitu disebut bahwa ia saudara Filipus, ikut menginjil dan membaptis dan menganut sekte yang asketik, dan melakukan selibat, jadi beda. Ini menunjukkan bahwa tulisan ini langsung dibangun di atas landasan asumsi yang dipercaya penulisnya sebelum terbukti.

Dari Epistemologi Historis, Kembali Ke Makam Keluarga Yesus

Dari Epistemologi Historis, Kembali Ke Makam Keluarga Yesus

Catatan pengantar

Tulisan di bawah ini adalah sebuah tanggapan Ioanes Rakhmat terhadap tulisan Yonky Karman (YK), Menimbang Historiografi Keagamaan, dan tulisan Deshi Ramadhani (DR), Mendisiplinkan Faktualitas Makam Yesus. Tulisan-tulisan YK dan DR ini (yang dapat diminta langsung pada penulis masing-masing) merupakan tanggapan-tanggapan terhadap tulisan Ioanes Rakhmat sebelumnya, Penulisan Sejarah dan Penelitian Makam Keluarga Yesus, yang telah terbit dalam lembaran Bentara Kompas 31 Mei 2007. Karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, pihak Kompas sampai kini (22 Januari 2008) belum bisa menerbitkan ketiga tulisan ini.

Tanggapan terhadap Yonky Karman (YK)

Dalam tulisan tanggapannya, YK tampak jelas menyatakan bahwa saya memandang sejarah bisa ditulis obyektif seratus persen, yang menurutnya tidak mungkin bisa dilakukan karena dalam penulisan sejarah prasuposisi si sejarawan selalu berperan. Hemat saya, dalam hal ini YK telah tidak cermat membaca tulisan saya yang lalu (Kompas, 31 Mei 2007), yang di dalamnya dengan terang saya menyatakan, “[J]elas tidak ada uraian sejarah yang obyektif sepenuhnya, dan selalu akan ada faktor subyektif dari si sejarawan yang ikut berperan.” YK dengan tajam juga menyatakan, “Penganjur Yesus sejarah mengklaim berhasil merekonstruksi Yesus yang historis dan obyektif. Padahal, rekonstruksi itu didorong isu-isu kontroversial di masa modern, bukan kontroversi religius dan politis semasa Yesus hidup. Kontroversi modern dimasukkan ke dalam rekonstruksi itu. Yesus dikeluarkan dari lingkungan sosial-Nya dan masuk ke dalam perdebatan modern.” Hemat saya, pernyataan tajam YK ini menunjukkan dirinya tidak mengetahui betul apa yang telah dan sedang dilakukan oleh para peneliti Yesus sejarah dewasa ini.

Penulisan Sejarah dan Penelitian Makam keluarga Yesus

Penulisan Sejarah dan Penelitian Makam keluarga Yesus

Tulisan saya di lembaran Bentara Kompas, 5 April 2007, yang berjudul Kontroversi Temuan Makam Keluarga Yesus, telah menyulut berbagai kontroversi dan reaksi meluas. Sebuah tanggapan terbuka terhadap tulisan itu, berjudul Historisasi Makam Kosong Yesus, telah dimuat di lembaran yang sama dalam koran yang sama pada 5 Mei 2007, ditulis oleh Deshi Ramadhani, seorang dosen tafsir Perjanjian Lama dari STF Driyarkara, Jakarta. Berikut ini (sudah terbit di Bentara Kompas, 31 Mei 2007) adalah sebuah tanggapan terhadap tulisan Deshi Ramadhani ini.

Penulisan sejarah

Jika ilmu sejarah dipahami dalam pengertian modern, penulisan sejarah adalah penulisan tentang sebuah peristiwa di masa lampau yang asal-usul kejadiannya harus dicari hanya pada penyebab-penyebab empiris natural, sosiologis dan kultural.
Penulisan sejarah bukanlah penulisan sebuah teologi.
Di dalam teologi (khususnya di dalam agama-agama monoteistik), penyebab-penyebab sebuah kejadian dalam dunia dijelaskan tidak terlepas dari keterlibatan Allah di dalamnya, keterlibatan faktor non-empiris supernatural, non-sosiologis dan non-kultural. Adalah asumsi dasariah dalam teologi bahwa Allah bertindak dalam kehidupan dunia manusia; teologi hanya bisa dijalankan jika asumsi ini diterima. Sedangkan asumsi dasariah dalam penulisan sejarah adalah segala sesuatu dapat terjadi dalam dunia ini hanya karena sebab-sebab empiris natural, sosiologis dan kultural. Jikalau seorang sejarawan menulis sebuah uraian sejarah dengan ke dalamnya ia melibatkan intervensi Allah ke dalam dunia kodrati, maka ia berhenti menjadi seorang sejarawan, berubah menjadi seorang teolog, dan karya tulisnya berubah menjadi sebuah teologi. Beberapa ilustrasi dapat diajukan.

Historisasi Makam Kosong Yesus

Historisasi Makam Kosong Yesus

Kesimpulan bahwa kebangkitan Yesus dari kematian seperti yang dikatakan Injil adalah sebuah metafora belaka, yang didasarkan pada temuan makam dengan tulang-belulang di Talpiot yang diduga adalah Yesus yang dipercaya umat Kristiani, terlalu dini. Sebuah metafora yang bergerak hanya dalam ranah subyektif, bukan obyektif. 
Pilihannya antara prinsip "yang ajaib pasti tidak historis" atau "yang ajaib bisa sungguh historis".

Kontroversi belakangan ini tentang makam keluarga Yesus dan kepastian kebangkitan-Nya dengan seluruh tubuh perlu ditempatkan dalam gambar besar penelitian kisah- kisah ajaib di dalam Alkitab. Usaha untuk menjelaskan secara ilmiah hal-hal ajaib yang dikisahkan dalam Alkitab bukanlah hal baru. Hal ini sudah banyak dilakukan, baik terhadap Perjanjian Lama (misalnya, sepuluh tulah atau kutuk yang menimpa bangsa Mesir sebelum orang Israel akhirnya pergi meninggalkan Mesir) maupun Perjanjian Baru (misalnya, Yesus yang berjalan di atas air atau Yesus yang meredakan badai ganas di danau). Usaha ini memperlihatkan sikap tertentu terhadap kisah ajaib dalam Alkitab dalam kaitan dengan dimensi historis kejadian-kejadian itu.

Makam Keluarga YESUS di Talpiot Jerusalem

Makam Keluarga YESUS di Talpiot Jerusalem

Temuan makam keluarga Yesus di Talpiot menuntut sebuah kacamata baru memahami teks injil sehubungan dengan fakta historis tentang Yesus.


Makam keluarga Yesus di Talpiot, sebelah selatan Kota Lama Jerusalem, digali dalam kurun 1–11 April 1980 oleh arkeolog Amos Kloner, Yosef Gath, Eliot Braun, dan Shimon Gibson di bawah pengawasan Otoritas Kepurbakalaan Israel (OKI). Di dalamnya ditemukan 10 osuarium (peti tulang terbuat dari batu gamping) berusia tua dari kurun waktu pra-tahun 70 Masehi, akhir Perang Yahudi I melawan Roma. Sejak penggalian itu tidak ada penyelidikan lebih lanjut atas makam ini. Di dalam sebuah film dokumenter BBC/CTVC yang berjudul The Body in Question dan ditayangkan di Inggris pada Minggu Paskah 1996, muncul laporan sangat singkat tentang makam ini. Karena terlalu singkat, laporan ini berlalu begitu saja.

James D Tabor melalui bukunya yang terbit 2006, The Jesus Dynasty,mengangkat kembali signifikansi makam Talpiot bagi studi tentangYesus. Discovery Channel pada 4 Maret 2007 di Amerika Serikat,Kanada, Inggris, Israel, dan Eropa menayangkan sebuah film documenter berjudul The Lost Tomb of Jesus dengan produser pelaksana James Cameron. Tesis yang diajukan film ini: makam Talpiot adalah betul makam keluarga Yesus dari Nazareth . Dalam waktu yang hampir bersamaan (Februari 2007) Simcha Jacobovici dan Charles Pellegrino menerbitkan buku The Jesus Family Tomb: The Discovery, the Investigation, and the Evidence That Could Change History. Tak pelak lagi kontroversi sedunia atas temuan makam Talpiot pun bermunculan. Reaksi sangat keras datang terutama dari kalangan Kristen konservatif evangelis. Sebaliknya, sejumlah pakar lain, seperti John Dominic Crossan dan James Charlesworth, mendukung penuh usaha-usaha penelitian terhadap makam Talpiot. Crossan menandaskan temuan makam Talpiot itu adalah "paku terakhir yang ditancapkan pada peti mati literalisme biblis".

Perkembangan sekarang

Pada penggalian 1980 ditemukan 10 osuarium dari makam Talpiot. Namun, sekarang ini, OKI hanya memiliki sembilan osuarium dari makam Talpiot, satu osuarium dinyatakan telah hilang. Dari sembilan osuarium ini, tiga osuarium di antaranya tidak memiliki inskripsi, sedangkan enam lainnya memuat inskripsi:
(1) "Yesus anak Yusuf" (bahasa Aram ),
(2) "Maria" ( Aram ),
(3) "Mariamene e Mara" ("Maria sang Master"=Maria Magdalena) (Yunani),
(4) "Yoses" ( Aram ),
(5) "Matius" ( Aram ),
(6) "Yudas anak Yesus" ( Aram ).

AgamaMU AgamaKU AGAMA KITA

AgamaMU AgamaKU AGAMA KITA

Sebuah Renungan Spiritual, Bukan Tulisan Ilmiah –Anand Krishna
God is too Bigto be contained in one single container.

Apa yang dirasakan oleh sekuntum bunga yang baru saja mekar? Bahagia.... Kebahagiaan yang tak terjelaskan lewat kata-kata. Itulah pertama kalinya ia mengalami sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang takakan dialaminya lagi. Sesuatu yang terjadi hanya "sekali" saja. Ia bersuka-cita, ia menari dan menyanyi riang..... Ia mengumpulkan para sahabat dan kerabat untuk berbagi berita baik itu dengan mereka: "Lihat, lihat.... Aku telah mekar!"

Apa yang terjadi, How did it happen? Entah apa yang terjadi, entah bagaimana... .. Ia berusaha untuk mejelaskan, tetapi tidak mampu. Ketika Kabir, mistik sufi asal India Utara itu ditanya, "Apa yang kau rasakan saat itu?" Ia menjawab, "Kulihat sungai Ganga yang berbada lebar itu terbakar, dan ikan-ikannya memanjat pohon!"

Nanak, yang kelak akan dikaitkan dengan agama Sikh, salah satu diantara agama-agama baru yang berusia dibawah enam abad, menjawab dengan cara lain: "Aku melihat langit terbelah, dan turun hujan cahaya.....Cahaya Murni!"

Namun, mereka pun menyadari bahwa pengalaman mistik mereka tidak berarti apa-apa jika tidak bermanfaat bagi orang lain. Maka, terpaksa, mereka berusaha untuk meng-"akal"- kan sesuatu yang sungguhnya berada diluar akal, supaya kita dapat memahaminya. Supaya"masuk-akal" kita!

"Agama, dan kitab-kitab suci," kata Murshidku, Sheikh Baba, seorang tukang es di Lucknow (Pusat Peradaban Islam di India Utara), "adalah hasil upaya seperti itu."