Mekah dimasa Muhammad

Mekah dimasa Muhammad

Satu ketika dalam masa panjang sejarah Mekah, kota itu dilanda badai. Angin kencang bertiup. Guntur bergemuruh. Tidak lama, hujan pun turun dengan deras menggenangi Kota Mekah.

Keesokan harinya, masyarakat sekitar baru bisa keluar rumah masing-masing. Hal pertama yang mereka lihat adalah Kakbah. Semua orang yang menyaksikan bangunan itu terkejut. Air masih terlihat menggenangi Kakbah, bahkan telah meretakkan dinding-dindingnya.

Dalam sekian waktu, mereka dilanda kebingungan, apa yang harus mereka lakukan atas Kakbah dengan kondisinya seperti itu. Sebagian pemimpin Mekah seperti Al Walid Al Mughirah merasa perlu melakukan perbaikan atas Kakbah. Sementara itu, Abu Wahb bin Amir dan pengikutnya menentang pemikiran Al Walid. Hampir saja terjadi pertikaian gara-gara hal tersebut.


Setelah diskusi yang sangat panjang dan beberapa kesempatan baik yang dimiliki masyarakat Mekah, mereka akhirnya bersepakat memperbaiki Kakbah. Mereka kembali disatukan dalam kesatuan kerja untuk memperbaiki bangunan tua tersebut.

Memulai pemugarannya, Al Walid menaiki Dinding Yaman, salah satu dinding Kakbah, dan berkata kepada masyarakat Mekah, “Jika sesuatu yang buruk menimpaku, aku akan menjadi persembahan-Mu. Jika tidak terjadi apa-apa, ini merupakan kebaikan yang besar untuk tuhan dan kami semua.” Kemudian ia memukulkan palunya sekuat tenaga dan meruntuhkan sebagian dinding Kakbah.

Selang sekian waktu, ketika pembangunan kembali Kakbah sampai pada proses pemasangan Hajar Aswad, semua suku merasa berhak mendapatkan kehormatan untuk menempatkannya ke tempat asal. Perseteruan kembali memuncak. Proses pembangunan hampir saja dihentikan. Bahkan hampir saja pecah perang saudara.

Dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba Abu Umayah bin Al Mughirah dari Bani Makhzum, tampil mengemukakan pendapat. Ia adalah salah seorang tokoh dan orang yang paling tua di antara masyarakat Mekah pada saat itu. Oleh karena itu, pendapatnya didengar betul oleh masyarakat Mekah. Ia mengusulkan untuk menyerahkan penempatan Hajar Aswad kepada orang yang memasuki area Kakbah melalui pintu Shafa. Semua orang sepakat. Mereka pun menunggu, siapa orang yang masuk Kakbah melalui pintu tersebut.

Selama beberapa waktu menunggu, akhirnya terjawab sudah siapa di antara penduduk Mekah yang masuk melalui pintu Shafa. Sosok itu tiba-tiba saja muncul melalui pintu tersebut. Muhammad. Saat melihatnya, beberapa orang berseru, “Dia adalah orang yang tepercaya.”

Dalam sekejap saja, Muhammad mampu menyelesaikan pertikaian itu dengan sangat memuaskan semua masyarakat Mekah. Setiap kelompok yang bertikai sama-sama mendapatkan bagian dan tentu kehormatan untuk menempatkan kembali Hajar Aswad ke tempat semula. Hal ini menjadikan posisi Muhammad mendapatkan tempat istimewa di seluruh kalangan masyarakat Mekah.

Namun demikian, Mekah benar-benar geger saat Muhammad mengumpulkan mereka dan menyeru sebagai berikut.

“Hai orang Quraisy, sekiranya kukatakan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda di balik bukit yang bersiap menyerang kalian, apakah kalian percaya?”

Penuh keyakinan, masyarakat Mekah menjawab seruan itu. “Tentu saja, hai, Muhammad! Kami tidak mendapati ucapanmu selain kebenaran.”

Muhammad melanjutkan seruannya, “Hai Bani Abdul Muthalib, Bani Abdi Manaf, Bani Zahrah, Bani Tamim, Bani Makhzum, dan Bani Asad…! Aku datang kepada kalian dengan membawa hal terbaik dalam hidup dan setelahnya. Tuhanku telah memerintahkan untuk mengajak kalian agar menyembah-Nya. Siapa di antara kalian yang akan mengikutiku dan menjadi saudara di dalamnya?”

Semua masyarakat Mekah tertegun. Muhammad pun sejenak kemudian melanjutkan ucapannya, “Allah telah memerintahkanku untuk memperingatkan kaumku yang memiliki kekerabatan denganku. Lindungilah diri kalian dari api neraka. Aku tidak punya kekuatan untuk member kalian kenikmatan hidup dunia atau pertolongan di akhirat kelak kecuali kalian bersaksi dan berikrar bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Esa.”

Seruan dakwah Muhammad pertama kali itu benar-benar membuat pikiran masyarakat Mekah berada dalam kecamuk yang luar biasa. Muhammad adalah sosok yang senantiasa benar dan tanpa cacat. Mereka melihat kejujurannya dalam setiap perkataan dan perbuatan. Bahkan selama ini mereka menjuluki Muhammad sebagai yang tepercaya. Logikanya bagi mereka, seruan yang disampaikan Muhammad pun sejatinya adalah kebenaran. Akan tetapi, seruan Muhammad telah mengusik keyakinan mereka. Bukankah dengan keharusan bersaksi dan berikrar bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Esa berarti meninggalkan kebiasaan mereka menyembah berhala?

Masyarakat Mekah tiba-tiba pecah karena seruan Muhammad. Kaum budak merasa memiliki peluang yang sangat besar dengan adanya seruan Muhammad. Secara sembunyi-sembunyi mereka mulai menemui Muhammad dan mengikrarkan diri sebagai pengikutnya. Pada saat yang sama, para pemilik budak yang terdiri atas masyarakat kelas atas Kota Mekah semakin terganggu dengan kejadian tersebut karena para budaknya tiba-tiba berani melakukan pembangkangan terhadap mereka. Mereka pun mulai melakukan penindasan-penindasan kejam kepada para budaknya yang menyatakan diri sebagai pengikut Muhammad.

Tidak hanya para budak yang kemudian menyatakan setia mengikuti Muhammad. Kaum bangsawan banyak yang mulai tertarik. Khadijah, wanita terpandang dan terkaya di Kota Mekah dan kini menjadi istrinya adalah orang yang pertama kali menyatakan kesetiaannya menjadi pengikut Muhammad. Ia bahkan menyerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya untuk digunakan oleh Muhammad dalam menyeru masyarakat Mekah dan lainnya untuk beriman kepada Allah dan kepada suaminya, yang kini menjadi utusan Allah. Selain dirinya, tercatat pula para bangsawan Mekah lainnya yang menyatakan setia menjadi pengikut Muhammad: Abu Bakar bin Abu Quhafah, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Talhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, dan lain-lain.

Semakin lama, Mekah benar-benar tenggelam dalam perpecahan ideologis. Pengikut Muhammad semakin banyak dan kuat. Kekuatannya semakin bertambah manakala pamannya, Hamzah, salah seorang ksatria Quraisy yang gagah, bahkan juga sang Singa Quraisy, Ummar bin Khatab, menyatakan keislaman mereka. Dengan keislaman mereka, kondisi Mekah sudah bukan lagi medan perang ideologis. Makkah sudah menjadi arena yang “mewajibkan” orang-orang yang tidak mau mengikuti seruan Muhammad membunuh para pengikut Muhammad. Bahkan, sebagai puncak perseteruan itu, Muhammad-lah yang menjadi incaran pembunuhan mereka.

Dalam kondisi seperti inilah Allah kemudian menyerukan kepada Muhammad dan pengikutnya untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia) dan kemudian Yatsrib (Madinah Al Munawwarah). Ketika Muhammad dan para pengikutnya melakukannya, Mekah sepenuhnya ada dalam genggaman kaum Quraisy yang musyrik. Mekah kembali dikuasai oleh kaum Muslimin melalui peritiwa Fathu Makkah (pembebasan Kota Mekah), 13 tahun setelah hijrah ke Yatsrib.

Menurut Zuhairi, dalam pembebasan Mekah, Nabi Muhammad dan pengikutnya memasuki kota dengan sebuah pesan agar tidak memulai peperangan. Mereka diperkenankan berperang apabila diperangi. Ketika Nabi memasuki Kota Mekah, ia memastikan kepada orang Quraisy bahwa ia dan pasukannya tidak akan mencederai fisik mereka. Nabi Muhammad berkata kepada mereka, “Sesungguhnya, sekarang kalian bebas.” Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan pembebasan Kakbah sebagai Rumah Allah yang suci dari berhala-berhala yang jumlahnya, menurut Syaih Az Zamakhsyari, terdiri atas 360 berhala. Atas hal tersebut, para penduduk Mekah memuji Nabi Muhammad, “Tidak ada orang yang lebih memikat publik atas tindakannya itu, kecuali Muhammad.”

Melalui pembebasan Kota Mekah, Nabi Muhammad telah mengembalikan kedudukan asli Kota Mekah dan Baitullah di dalamnya sebagai simbol ketauhidan, ajaran yang dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s. Sebagai bentuk pengembalian Kakbah sebagai tempat ibadah dan ketauhidan kepada Allah Swt., Nabi Muhammad meminta Bilal bin Rabah, seorang budak yang kemudian terbebaskan karena lahirnya Islam, untuk melantunkan adzan. Di Mekah pun seketika bergema suara keagungan Allah Swt.

Sekian lama kemudian setelah pembebasan Kota Mekkah, tiba-tiba saja mereka mendapat kabar yang luar biasa mengejutkan: Nabi Muhammad wafat menghadap Maharahman. Kabar ini telah memunculkan gejolak sosial di kota tersebut. Hampir saja masyarakat Mekah melakukan konversi dari Islam. Akan tetapi, hal itu tidak disepakati oleh kebanyakan masayarakatnya.

Sepeninggal Nabi Muhammad, umat Islam dipimpin oleh para sahabat Khulafaaurrasyidiin: Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sepanjang kepemimpinan mereka, bahkan sejak zaman Nabi Muhammad, Kota Mekah tidak pernah menjadi ibukota Islam, kecuali sebentar saja saat Abdullah bin Zubair melakukan perlawanan atas Yazid, pelanjut kepemimpinan Muawiyah.

Setelah masa Nabi Muhammad saw., Mekah dipimpin pemuka Quraisy. Pada masa kepemimpinan Umar bin Khatab, kota ini ada dalam kendali Nafi’ bin Harits. Sementara itu, pada masa Utsman bin Affan, Mekah dipimpin oleh Abdullah bin Amir, seorang Arab yang berasal dari Hadramaut. Kekuasaan atas Mekah kemudian menemukan titik perpecahan saat terjadi pertentangan antara Imam Ali bin Abi Thalib, keluarga Nabi Muhammad saw. dan Muawiyah bin Abi Sofyan, yang melakukan pemberontakan atas kekhalifahan Imam Ali. Mekah pada masa Khulafaaurraasyidiin berakhir pada kepemimpinan seseorang yang tidak berafiliasi, baik kepada Imam Ali bin Abi Thalib maupun kepada Muawiyah.
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment