tata cara ber-jima' atau Bersenggama (ML) Menurut Islam

tata cara ber-jima' atau Bersenggama (ML) Menurut Islam

wanita adalah anugrah saat jima'
Islam adalah agama yang mulia dan memuliakan. Ia menjunjung tinggi akhlak dan etika. Setiap perbuatan baik di dalam Islam, pastilah ada tuntunan adabnya. Islam mencakup kehidupan pribadi dan masyarakat, rumah tangga dan negara hingga tata cara pergaulan antara suami dan istri dalam berhubungan seks. Rasulullah saw adalah sosok manusia yang memiliki kepribadian lengkap dalam setiap nafas kehidupannya sehingga menjadi contoh (qudwah) bagi umatnya yang menginginkan kebaikan di dunia dan akherat. 

Firman Allah swt,
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)

Dalam Islam, setiap Jima’ yang dilakukan secara sah antara suami dengan isteri akan mendapat pahala sesuai dengan Sabda Rasullullah sallahu alaihi wassalam:


“Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

Menikah sangat dianjurkan Allah & Rasullullah SAW, menikah akan mendapatkan hak untuk ditolong Allah, dapat memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, menambah keluhuran/ kehormatan dan yang pasti anda telah berhasil mengalahkan setan dkk karena orang yang menikah telah berubah menjadi orang yang penuh dengan pahala dan jika beribadahpun akan berlipat –lipat pahalanya dibandingkan ibadahnya saat membujang

adab jima' yang tidak dibenarkan
tetapi banyak dilakukan umat muslim
Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan)” (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)

Sabda Rasulullah saw,”Tiga orang yang memiliki hak atas Allah menolong mereka : seorang yang berjihad di jalan Allah, seorang budak (berada didalam perjanjian antara dirinya dengan tuannya) yang menginginkan penunaian dan seorang menikah yang ingin menjaga kehormatannya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari hadits Abu Hurairoh)

Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).

Jadi jangan sampai ditipu mentah-mentah oleh setan untuk tidak ada keinginan / menunda nikah dengan lebih menyukai pacaran karena

“Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya” (HR. Thabrani dan Baihaqi)

Rasulullah SAW. bersabda : “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari).

Jika ada orang yang enggan menikah karena alasan materi seperti penghasilan belum, tidak ada biaya atau miskin dll renungkanlah firman Allah SWT yang pasti benar dalam Al Quran S. An Nuur ayat 32:

Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.An Nuur 32) Bagi yang sudah mampu memberi nafkah tapi belummau menikah simaklah:

Sabda Rasulullah saw.: Wahai kaum pemuda! Barang siapa di antara kamu sekalian yang sudah mampu memberi nafkah, maka hendaklah ia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih dapat menahan pandangan mata dan melindungi kemaluan (alat kelamin). Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penawar bagi nafsu. (Shahih Muslim No.2485)

Memilih Hari dan Waktu yang baik / sunnah untuk jima’

Semua hari baik untuk jima’ tapi hari yang terbaik untuk jima’ dan ada keterangannya dalam hadist adalah hari Jumat sedangkan hari lain yang ada manfaatnya dari hasil penelitian untuk jima’ adalah hari Kamis. Sedangkan waktu yang disarankan oleh Allah SWT untuk jima adalah setelah sholat Isya sampai sebelum sholat subuh dan tengah hari sesuai firman Allah dam surat An Nuur ayat 58.

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu . Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 24:58)

Melihat kondisi diatas maka hari dan waktu terbaik untuk jima adalah : Hari Kamis Malam setelah Isya dan Hari Jumat sebelum sholat subuh dan tengah hari sebelum sholat jumat. Hal ini didasarkan pada Hadist berikut:

Barang siapa yang menggauli isterinya pada hari Jumat dan mandi janabah serta bergegas pergi menuju masjid dengan berjalan kaki, tidak berkendaraan, dan setelah dekat dengan Imam ia mendengarkan khutbah serta tidak menyia-nyiakannya, maka baginya pahala untuk setiap langkah kakinya seperti pahala amal selama setahun,yaitu pahala puasa dan sholat malam didalamnya (HR Abu Dawud, An nasai, Ibnu Majah dan sanad hadist ini dinyatakan sahih)

Dari Abu Hurairah radliyallhu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Bukhari no. 881 Muslim no. 850).

Pendapat di atas juga mendapat penguat dari riwayat Aus bin Aus radliyallah ‘anhu yang berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mandi pada hari Jum’at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun.” (HR. Abu Dawud no. 1077, Al-Nasai no. 1364, Ibnu Majah no. 1077, dan Ahmad no. 15585 dan sanad hadits ini dinyatakan shahih)

Hasil penelitian di situs berita internet di: Detikhealth Jumat, 15/10/2010 17:58 WIB Seperti dilansir dari The Sun, Jumat (15/10/2010) Kamis, hari terbaik untuk berhubungan seksual Berdasarkan penelitian, tingkat energi kortisol alami yang merangsang hormon seks berada di titik puncak pada hari Kamis. Aturlah jam alarm Anda agar terbangun dan siap untuk melakukan hubungan seks di pagi hari Kamis. Hari ini adalah ketika hormon seks testosteron pada pria dan estrogen pada wanita lima kali lebih tinggi dari biasa.

NB: Ada persesuaian antara hari kamis menurut penelitian dengan hari jumat dalam hadist karena Hari Jumat menurut orang islam dimulainya saat Maghrib (hari kamis sore) dan berakhir pada jumat sore sebelum maghrib

Adab di dalam jima’ bukan hanya membuat hubungan suami istri lebih intim, tetapi juga menjadikan kenikmatan dunia itu sebagai ladang pahala. Menjalankan adab-adab jima’ bukan hanya membawa kebahagiaan bagi suami dan istri, tetapi juga mendatangkan keberkahan bagi keluarga dan keturunan yang ditakdirkan Allah lahir dari proses tersebut.

Jima’ adalah kebutuhan suami istri, bukan hanya salah satunya. Kepuasan dalam jima’ juga hak keduanya, bukan hanya milik suami. Mengingat kaum wanita umumnya lebih ‘dingin’ dan lama dalam proses pendakian menuju puncak, Islam mengajarkan para suami untuk tidak langsung memulai jima’ sebelum melakukan pemanasan.

Berikut ini tatacara jima’ / Bersenggama suami istri Berdasarkan Islam:

Kebenaran niat

Hendaklah niat suami istri untuk menikah adalah untuk menjaga kehormatannya, berdasarkan sabda Rasulullah saw,
”Tiga orang yang memiliki hak atas Allah menolong mereka : seorang yang berjihad di jalan Allah, seorang budak (berada didalam perjanjian antara dirinya dengan tuannya) yang menginginkan penunaian dan seorang menikah yang ingin menjaga kehormatannya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari hadits Abu Hurairoh)

Bersih Diri dan berwudhu

Mengkondisikan tubuh bersih (dengan mandi dan gosok gigi) adalah bagian dari adab jima’ sekaligus membuat suami atau istri lebih tertarik. Sebaliknya, tubuh yang tidak bersih cenderung mengganggu dan menurunkan daya tarik. Jangan lupa jika setelah selesai jima’ dan masih ingin mengulangi lagi sebaiknya kemaluan dicuci kemudian berwudhu.

Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari pernah menggilir istri-istri beliau, beliau mandi tiap kali selesai berhubungan bersama ini dan ini. Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah lebih baik engkau cukup sekali mandi saja?” Beliau menjawab, “Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih.”  (HR. Abu Daud no. 219 dan Ahmad 6/8. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Berhias dan mempercantik diri.

Hendaknya seorang istri mempercantik dirinya dengan apa-apa yang dibolehkan Allah swt. Pada dasarnya hal ini dibolehkan kecuali terhadap apa-apa yang diharamkan oleh dalil seperti mencabuti alis dan bulu diantara keduanya atau mengeroknya, menyambung rambut dengan rambut lain, mentato, mengikir gigi agar lebih cantik. Diharamkan baginya juga mengenakan pakaian yang diharamkan baik pada malam pengantin maupun di luar malam itu. Diperbolehkan baginya menghiasi dirinya dengan emas dan perak sebagaimana biasa dikenakan kaum wanita.

Begitu juga dengan si suami hendaknya memperhias dirinya untuk istrinya karena hal ini merupakan bagian dari menggaulinya dengan cara yang baik. Firman Allah swt :

yang artinya : “Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.” (QS. Al Baqoroh : 228)

Namun demikian hendaknya upaya menghias diri ini tetap didalam batasan-batasan yang dibenarkan. Tidak dibolehkan baginya mengenakan cincin emas kecuali perak. Tidak dibolehkan baginya mencukur jenggot, memanjangkan pakaiannya hingga ke tanah, mengenakan sutera kecuali tehadap apa-apa yang dikecualikan syariat.

Berdandan dan berpakaian yang disukai suami atau istri

Adakalanya istri malu memakai pakaian minim yang disukai suaminya. Padahal dalam sebuah hadits disebutkan
“Sebaik-baik istri kalian adalah yang pandai menjaga diri lagi pandai membangkitkan syahwat. Yakni keras menjaga kehormatan dirinya lagi pandai membangkitkan syahwat suaminya.” (HR. Ad Dailami).

Senada dengan hadits itu, Muhammad Al Baqir, cicit Husain bin Ali menjelaskan:
“Sebaik-baik wanita diantara kalian adalah yang membuang perisai malu ketika menanggalkan pakaian di hadapan suaminya dan memasang perisai malu ketika ia berpakaian kembali.”

Hadits dan maqalah ini juga menjadi dalil bahwa di dalam jima’, suami istri boleh menanggalkan pakaian dan tidak haram melihat aurat masing-masing.

Memakai parfum/wewangian

Wewangian adalah salah satu sunnah Nabi. Beliau bersabda: “Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi).

Bagi istri, memakai parfum/wewangian yang dianjurkan adalah saat-saat seperti ini, bukan pada waktu keluar rumah yang justru dilarang Rasulullah.

“Perempuan manapun yang menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya maka dia seorang pezina” (HR Ahmad, 4/418; shahihul jam’: 105)

Menggunakan parfum oleh perempuan sebelum jima di sunahkan karena akan lebih lebih meningkatkan gairah suami isteri sehingga meningkatkan kualitas dalam berhubungan suami isteri. Hal ini didasarkan pada hadist berikut : Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).

“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid (dengan tujuan) agar wanginya tercium orang lain maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi sebagaimana mandi janabat” (HR Ahmad2/444, shahihul jam’ :2073.)

Yang perlu diperhatikan di sini ialah, aroma atau jenis wewangian yang dipakai hendaknya yang disukai suami atau istri. Sebab, ada suami atau istri yang tidak menyukai aroma wewangian tertentu. Wewangian yang tepat membuat hasrat suami atau istri semakin meningkat. Penggunaan parfum oleh wanita diperbolehkan atau disunatkan tergantung dari tujuannya, jika tujuannya untuk merangsang suami dalam jima’ disunahkan tapi jika digunakan untuk merangsang kaum laki-laki akan berdosa.

Lemah lembut terhadap istrinya saat menggaulinya

Diriwayatkan oleh Ahmad didalam al Musnad dari Asma binti Yazid bin as Sakan berkata,”Aku pernah merias Aisyah untuk Rasulullah saw lalu aku mendatangi beliau saw dan mengajaknya untuk melihat kecantikan Aisyah. Beliau saw pun mendatanginya dengan membawa segelas susu lalu beliau meminumnya dan memberikannya kepada Aisyah maka Aisyah pun menundukkan kepalanya karena malu. Asma berkata,”Maka aku menegurnya.” Dan aku katakan kepadanya,”Ambillah (minuman itu) dari tangan Nabi saw.” Asma berkata,”Maka Aisyah pun mengambilnya lalu meminumnya sedikit.”

Mendoakan istrinya.

Seseorang pria hendaknya meletakkan tangannya pada ubun-ubun atau kening isterinya seraya mendo’akan baginya dengan dasar dari hadist Rasulullah Saw sebagai berikut,”Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang budak, maka peganglah ubun - ubunnya lalu bacalah “basmalah” serta do’akanlah dengan do’a berkah dengan ucapan : “Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa, dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa.”

Hendaklah suami meletakkan tangannya di kening istrinya dan mengatakan seperti yang disabdakan Rasulullah saw,
”Apabila seorang dari kalian menikah dengan seorang wanita atau membeli seorang pembantu maka hendaklah memegang keningnya lalu menyebut nama Allah azza wa jalla dan berdoa memohon keberkahan dengan mengatakan :
Allahumma Innii Asaluka Min Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih
Wahai Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta Aku berlindung kepada-Mu daripada keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan kepadanya..”

Berdoa sangat penting sebelum melakukan jima’ terutama adalah doa memohon perlindungan kepada Allah terhadap gangguan setan dalam pelaksanaan jima. Berdoa dimulai dengan mengucapkan:

“ Bismillah. Allahumma jannabnasyoithona wa jannabisyaithona maa rojaktanaa”
Artinya : Dengan nama Allâh. Ya Allâh, hindarkanlah kami dari syetan dan jagalah apa yang engkau rizkikan kepada kami dari syetanRasulullah saw. bersabda: Apabila salah seorang mereka akan menggauli istrinya, hendaklah ia membaca: “Bismillah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami”. Sebab jika ditakdirkan hubungan antara mereka berdua tersebut membuahkan anak, maka setan tidak akan membahayakan anak itu selamanya. (Shahih Muslim No.2591)

“Dari Ibnu Abbas r.a. ia menyampaikan apa yang diterima dari Nabi SAW. Beliau bersabda, “Andaikata seseorang diantara kamu semua mendatangi (menggauli) isterinya, ucapkanlah, “Bismi Allâhi, Allâhumma Jannibnâ Syaithânâ wajannibi al-syaithânâ mâ razaqtanâ.” (Dengan nama Allâh. Ya Allâh, hindarilah kami dari syetan dan jagalah apa yang engkau rizkikan kepada kami dari syetan.” Maka apabila ditakdirkan bahwa mereka berdua akan mempunyai anak, syetan tidak akan pernah bisa membahayakannya.” (HR. Bukhâri Kitab Wudhuk Hadist 141).

Jika jima’ untuk dengan tujuan mendapatkan anak bisa berdoa sbb :
“Ya Allah berilah kami keturunan yang baik, bisa dijadikan pembuka pintu rahmat, sumber ilmu, hikmah serta pemberi rasa aman bagi umat” Amin

Shalat dua raka’at

Adab ini terutama bagi pengantin baru. Sebagaimana atsar Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu yang menasehati pengantin baru agar mengajak istrinya shalat dua raka’at terlebih dahulu ketika memulai malam pertama.

Sebelumnya hendaklah mereka melaksanakan ibadah shalat sunnah dua raka’at secara berjama’ah bersama – sama dengan isterinya. Hal ini adalah ada dasarnya pada sahabat – sahabat (atsar) dan ulama – ulama salaf yang terpercaya dengan riwayat berikut ini :

Dari Abu Sa’id ia maula (budak yang telah di merdekakan) Abu Usaid dan ia berkata : “Aku menikah ketika aku masih seorang budak, ketika itu aku mengundang beberapa orang sahabat Nabi Saw, di antaranya ‘Abdullah bin Mas’ud Ra, Abu Dzarr Ra dan Hudzaifah Ra, lalu tibalah waktu shalat, Abu Dzarr bergegas untuk mengimami shalat, tetapi mereka berkata : “Kamulah (Abu Sa’id) yang berhak!” Ia (Abu Dzarr) berkata : “Apakah benar demikian?.” Jawab mereka,”Benar!.”

Aku pun maju mengimami mereka shalat, ketika itu aku masih seorang budak, selanjutnya mereka mengajariku,“Jika isterimu nanti datang menemuimu, hendaklah kalian berdua shalat dua raka’at, lalu mintalah kepada Allah Swt kebaikan atas isterimu itu dan mintalah perlindungan kepada-Nya dari keburukannya, selanjutnya terserah kamu berdua!.”

Selanjutnya juga ada pada dalil ini, yaitu : Hadits dari Abu Wa’il, ia berkata,”Seseorang datang kepada ‘Abdullah bin Mas’ud Ra, lalu ia berkata,”Aku menikah dengan seorang gadis, aku khawatir dia membenciku.” ‘Abdullah bin Mas’ud Ra berkata,”Sesungguhnya cinta berasal dari Allah, sedangkan kebencian berasal dari syaithan, untuk membenci apa - apa yang di halalkan Allah.

Jika isterimu datang kepadamu, maka perintahkanlah untuk melaksanakan shalat dua raka’at di belakangmu, lalu ucapkanlah (berdo’alah) : “Ya Allah, berikanlah keberkahan kepadaku dan isteriku, serta berkahilah mereka dengan sebab aku. Ya Allah, berikanlah rizki kepadaku lantaran mereka, dan berikanlah rizki kepada mereka lantaran aku. Ya Allah, satukanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan dan pisahkanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan.”

Diriwayatkan Ibnu Syaibah dari Ibnu Masud, dia mengatakan kepada Abi Huraiz,”Perintahkan dia untuk shalat dua rakaat dibelakang (suaminya) dan berdoa,
”Allahumma Barik Lii fii Ahlii dan Barik Lahum fii. Allahummajma’ Bainanaa Ma Jama’ta bi Khoirin wa Farriq Bainana idza Farroqta bi Khoirin"
Wahai Allah berkahilah aku didalam keluargaku dan berkahilah mereka didalam diriku. Wahai Allah satukanlah kami dengan kebaikan dan pisahkanlah kami jika Engkau menghendaki (kami) berpisah dengan kebaikan pula.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw bersabda,”Apabila seorang dari kalian mendatangi istrinya maka hendaklah dia berdoa,
”Allahumma Jannibna asy Syaithon wa Jannib asy Syaithon Ma Rozaqtana"
Wahai Allah jauhilah kami dari setan dan jauhilah setan dari apa-apa yang Engkau rezekikan kepada kami, sesungguhnya Allah Maha Mampu memberikan buat mereka berdua seorang anak yang tidak bisa dicelakai setan selamanya.”

بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan Nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari syetan, dan jauhkan syetan agar tidak mengganggu apa (anak) yang Engkau rezekikan kepada kami” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata: Aku memberi nasehat kepada seorang pria yang hendak menikahi pemudi yang masih gadis, karena ia takut isterinya akan membencinya jika ia mendatanginya, yaitu perintahkanlah (diajak) agar ia melaksanakan sholat 2 rakaat dibelakangmu dan berdoa : Ya Allah berkahilah aku dan keluargaku dan berkahilah mereka untukku. Ya Allah satukanlah kami sebagaimana telah engkau satukan kami karena kebaikan dan pisahkanlah kami jika Engkau pisahkan untuk satu kebaikan (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Thabrani dngan sanad Sahih.

Jima’ di tempat tertutup

Islam mengatur kehidupan umat manusia agar kehormatan dan kemuliaannya terjaga. Demikian pula dengan jima’. Ia harus dilakukan di tempat tertutup, tidak diketahui oleh orang lain meskipun ia adalah anak atau keluarga sendiri. Karenanya saat anak berumur 10 tahun, Islam mensyariatkan untuk memisahkan kamar anak-anak. Kamar anak laki-laki terpisah dari kamar anak perempuan.

Bagaimana jika anak masih kecil dan tidurnya bersama orang tua?
Pastikan ia tidak melihat aktifitas suami istri tersebut. Caranya bisa Anda berdua yang pindah kamar.

Diharamkan baginya menyiarkan hal-hal yang rahasia diantara suami istri

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Asma binti Yazid yang saat itu duduk dekat Rasulullah saw bersama dengan kaum laki-laki dan wanita lalu beliau saw bersabda,
”Bisa jadi seorang laki-laki menceritakan apa yang dilakukannya dengan istrinya dan bisa jadi seorang istri menceritakan apa yang dilakukannya dengan suaminya.” 

Maka mereka pun terdiam. Lalu aku bertanya,
”Demi Allah wahai Rasulullah sesungguhnya kaum wanita melakukan hal itu begitu juga dengan kaum laki-laki mereka pun melakukannya.” 

Beliau saw bersabda,
”Janganlah kalian melakukannya. Sesungguhnya hal itu bagaikan setan laki-laki berhubungan dengan setan perempuan di jalan lalu (setan laki-laki) menutupi (setan perempuan) sementara orang-orang menyaksikannya.”

Melakukan mubasharah, ar rasuul, foreplay, atau pemanasan

hadist Rasullullah SAW: Dari ‘Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa apabila kalian mendatangi istrinya (berjima’), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)

Rasullullah SAW melarang jima’ tanpa penutup pasti ada maksudnya, selain yang diketahui yaitu adanya mahluk Allah lain yang melihat (jin, qorin dll), bisa jadi anak yang dihasilkan dengan jima’ telanjang akan menjadi anak yang kurang mempunyai rasa malu seperti diatas, hanya saja untuk memastikan jawabannya mungkin hanya orang yang diberi pengetahuan lebih oleh Allah.

Hendaknya suami tidak langsung ke inti, tetapi ada mubasharah/ar rasuul/ foreplay terlebih dulu.

“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu,” (HR. Tirmidzi)

Dibolehkan bersenda gurau dan bermain-main dengan istrinya di tempat tidur, sebagaimana sabdanya saw,”… Mengapa bukan dengan gadis maka engkau bisa bermain-main dengannya dan dia bisa bermain-main denganmu.” (HR. Bukhori dan Muslim) dan didalam riwayat Muslim,”Engkau bisa bahagia dengannya dan dia bisa bahagia denganmu.”

Diantara senda gurau dan mempergaulinya dengan baik adalah ciuman suami walaupun bukan untuk jima’. Rasulullah saw mencium dan menyentuh istri-istrinya meskipun mereka dalam keadaan haidh atau beliau mencium dan menyentuhnya meski beliau sedang dalam keadaan puasa.

Sebagaimana terdapat didalam ash Shahihain dan lainnya dari Aisyah dan Maimunah bahkan juga diriwyatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Aisyah berkata,”Nabi saw mencium sebagian istri-istrinya kemudian beliau keluar menuju shalat dan tidak berwudhu lagi.” Ini sebagai dalil bahwa mencium istri tidaklah membatalkan wudhu.

Ada tiga langkah foreplay atau pemanasan sebelum berjima' yang bersumber dari hadits Nabi.

Kata-kata mesra
Islam mengajarkan jima yang disertai dengan pendahuluan ungkapan perasaan kasih sayang seperti ucapan romantis, ciuman dan cumbu rayu dan tidak mengajarkan langsung hajar tanpa pendahuluan . Hal ini sesuai dengan: Sabda Rasul Allâh SAW: “Siapa pun diantara kamu, janganlah menyamai isterinya seperti seekor hewan bersenggama, tapi hendaklah ia dahului dengan perentaraan. Selanjutnya, ada yang bertanya: Apakah perantaraan itu ? Rasul Allâh SAW bersabda, “yaitu ciuman dan ucapan-ucapan romantis”. (HR. Bukhâriy dan Muslim).

Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Beliau bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).

Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercanda ria? …yang dapat saling mengigit bibir denganmu.” HR. Bukhari (nomor 5079) dan Muslim (II:1087)

“Janganlah salah seorang dari kalian menjima’ istrinya seperti binatang ternak mendatangi pasangannya. Tetapi hendaklah ada ar rasuul antara keduanya.” Ditanyakan kepada beliau, “Apakah ar rasuul itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ciuman dan kalimat-kalimat obrolan (mesra)” (HR. Ad Dailami)

Sebelum melakukan jima’, dahuluilah dengan kata-kata romantis. Kata-kata yang mesra. Rasulullah, di hari-hari biasa saja memanggil Aisyah dengan humaira, yang pipinya kemerahan. Betapa beliau sangat romantis, apalagi ketika hendak ‘bercinta’ bersama istri.

Kata-kata romantis dan mesra ini yang pertama akan mencairkan suasana dan membuat rileks. Tingkatan kata-kata yang lebih mesra selanjutnya akan membuat tubuh yang rileks mulai ‘memanas’ serasa dipanggil untuk tidak hanya bermain kata.

Ciuman
Dalam bab ini, ciuman tidaklah sebatas bibir bertemu bibir, bahkan mencium kemaluan isteri.
“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu,” (HR. Tirmidzi)

Jika kata-kata melahirkan imajinasi dan emosi, maka ciuman lebih ‘terasa’ bagi istri. Detak jantung menjadi lebih cepat, nafas menjadi tak teratur, dan hasrat jima’ pun mulai timbul.

Mencumbunya dengan segenap kelembutan dan kemesraan, seperti dengan memberinya makanan atau segelas minuman atau yang lain sebagainya, ini dasarnya dari : Asma’ binti Yazid binti As-Sakan Ra, ia berkata : “Saya merias ‘Aisyah untuk Rasulullah Saw, setelah itu saya datangi dan saya panggil beliau supaya menghadiahkan sesuatu kepada ‘Aisyah.

Beliau pun datang lalu duduk di samping ‘Aisyah, ketika itu Rasulullah Saw di sodori segelas susu, setelah beliau minum, gelas itu beliau sodorkan kepada ‘Aisyah, tetapi ‘Aisyah menundukkan kepalanya dan malu - malu.” ‘Asma binti Yazid berkata : “Aku menegur ‘Aisyah dan berkata kepadanya,”Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah Saw!’ Akhirnya ‘Aisyah pun meraih gelas itu dan meminum isinya sedikit.”

Sentuhan
Jika kata-kata mesra adalah pemanasan dengan ucapan dan ciuman adalah pemanasan dengan bibir, pemanasan yang lainnya adalah dengan tangan; sentuhan. 

Imam Abu Hanifah ditanya oleh muridnya tentang suami yang memegang kemaluan istrinya atau istri memegang kemaluan suaminya (sebagai pendahuluan jima’), beliau menjawab, “Tidak masalah, bahkan saya berharap ini akan memperbesar pahalanya.” (Tabyin al-Haqaiq).


Suami boleh melihat, meraba, mencium kemaluan isteri begitu juga sebaliknya, meskipun boleh mencium kemaluan itu lebih baik jika tidak dilakukan karena yang demikian itu lebih bersih.

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223)

“Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Membawa ke puncak, saling memberi hak

Sang suami boleh menggauli isterinya kapanpun dia mau sepanjang saling suka dan tidak pada saat haidh, jika telah selesai melepaskan hasrat, maka sang suami janganlah tergesa – gesa bangkit meninggalkan kudanya hingga sang isteri mersakan juga terlepas atas hajatnya, hal ini adalah kunci keharmonisan dan rasa kasih sayang antara keduanya, dan apabila sang suami mampu dan ingin mengulangi lagi, maka hendaknya berwudhu’ terlebih dahulu sebagaimana wudhu’nya shalat, hal ini dasarnya adalah :

Rasulullah Saw bersabda,”Jika seseorang di antara kalian menggauli isterinya, kemudian ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah ia berwudhu’ terlebih dahulu.”

Akan tetapi yang lebih afdhal atau sempurna menurut syari’at adalah hendaknya mandi janabah (junub) terlebih dahulu, wudhu’ tadi adalah aturan dalam kondisi minimal namun tiada salah menurut syari’at, ini dasarnya adalah : Dari hadits Abu Rafi’ Ra, bahwasanya Nabi Saw pernah menggilir isteri - isterinya dalam satu malam. Beliau mandi di rumah fulanah dan rumah fulanah. Abu Rafi’ berkata,”Wahai Rasulullah, mengapa tidak dengan sekali mandi saja?” Beliau menjawab,”Ini lebih bersih, lebih baik dan lebih suci.”

Apabila seseorang suami melihat wanita yang mengagumkannya, dan terganggu syahwatnya atas yang sedemikian, maka obatnya adalah mesti ia mendatangi isterinya atas maksud tersebut, guna untuk menghindari godaan syaithan pada zina, berdasarkan pada riwayat sebagai berikut : Rasulullah Saw melihat wanita yang mengagumkan beliau.

Kemudian beliau mendatangi isterinya, yaitu Zainab Ra, yang mana dia sedang membuat adonan roti, lalu beliau melakukan hajatnya (berjima’ dengan isterinya), kemudian beliau bersabda,”Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa syaithan dan membelakangi dalam rupa syaithan, maka apabila seseorang dari kalian melihat seorang wanita (yang mengagumkan), hendaklah ia mendatangi isterinya, karena yang demikian itu dapat menolak apa yang ada di dalam hatinya.”

Ingatlah, bahwa menahan pada pandangan yang sedemikian adalah wajib hukumnya, karena pengertian pada hadits tersebut adalah untuk dan hanya berkenaan dan berlaku pada pandangan secara tiba – tiba atau mendadak situasinya dan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, sanggup menahan gejolak tersebut adalah lebih utama. Allah

Swt berfirman dalam Surah An-Nuur Ayat : 30, yang berbunyi :
"Katakanlah kepada orang laki - laki yang beriman : “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.”

Juga pada riwayat hadist ini, dari Abu Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,”Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Ali,”Wahai ‘Ali, janganlah engkau mengikuti satu pandangan pandangan lainnya karena yang pertama untukmu dan yang kedua bukan untukmu.”

Makruh hukumnya bagi pasangan suami istri dalam persetubuhannya menanggalkan seluruh pakaian (bertelanjang bulat), sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Jika seseorang diantara kamu menyetubuhi istrinya, hendaklah memakai kain penutup dan janganlah sama-sama bertelanjang sebagaimana telanjangnya dua ekor keledai.” (HR. Ibnu Majah) – al Fiqhul Islami juz IV hal.2646.

Sabda Rasulullah saw yang lainnya dari Umar bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ”Janganlah kamu bertelanjang karena ada malaikat yang senantiasa tidak berpisah denganmu kecuali diwaktu buang air dan ketika seorang laki-laki menyetubuhi istrinya. Karena itu, hendaklah kamu merasa malu dan hormatilah mereka.” (HR. Tirmidzi dia berkata hadits ghorib)

“Apabila salah seorang diantara kamu menjima’ istrinya, hendaklah ia menyempurnakan hajat istrinya. Jika ia mendahului istrinya, maka janganlah ia tergesa meninggalkannya.” (HR. Abu Ya’la)

Dibolehkan bagi seorang suami untuk melakukan ‘azl yaitu mengeluarkan air maninya di luar kemaluan istrinya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Jabir bin Abdullah berkata,”Kami melakukan ‘azl sementara al Qur’an masih turun.” Didalam sebuah riwayat,”Kami melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw dan hal ini sampai kepada Nabi saw dan beliau saw tidaklah melarangnya.”

Meskipun demikian yang paling utama adalah meninggalkan ‘azl karena hal itu dapat mengurangi kenikmatan baginya dan bagi istrinya dan karena hal itu juga dapat menghilangkan tujuan dari pernikahan yaitu memperbanyak keturunan umat ini, berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Nikahilah oleh kalian (wanita-wanita) yang dapat mendatangkan anak lagi mendatangkan kasih sayang. Sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya (jumlah) kalian dihadapan semua umat pada hari kiamat.”

Akan tetapi tidak diperbolehkan bagi seorang muslim melakukan ‘azl selamanya karena dapat membatasi dan mencegah keturunan.

Menggunakan selimut sebagai penutup saat berjima

Dari ‘Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa apabila kalian mendatangi istrinya (berjima’), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)

Maksudnya adalah jangan bertelanjang seperti Himar yang kelihatan kemaluannya dan pantatnya saat berjima. tapi pakailah selimut sebagai penutup. atau bertelanjang dalam selimut.

Mencuci kemaluan dan berwudhu jika mau mengulangi

Dari Abu Sa’id, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya, lalu ia ingin mengulangi senggamanya, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim no. 308)

Mandi besar (janabat) setelah jima’

ingatlah, jaga kebersihan.. jadi setelah selesai jima' segeralah mandi besar.

“Dari Ubai bin Ka`ab bahwasanya ia berkata : “Wahai Rasul Allâh, apabila ia seorang laki-laki menyetubuhi isterinya, tetapi tidak mengeluarkan mani, apakah yang diwajibkan olehnya? Beliau bersabda, ”Hendaknya dia mencuci bagian-bagian yang berhubungan dengan kemaluan perempuan, berwudhu’ dan lalu shalat”. Abu `Abd Allâh berkata, “mandi adalah lebih berhati-hati dan merupakan peraturan hukum yang terakhir. Namun mengetahui tidak wajibnya mandi kamu uraikan juga untuk menerangkan adanya perselisihan pendapat antara orang `alim.” (HR. Bukhâriy dalam Kitab Shahihnya/Kitab Mandi, hadits ke-290


Hal-hal yang dilarang dalam berhubungan suami isteri jima dalam Islam:

Jima dengan tidak menggunakan penutup/ telanjang

Dari ‘Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa apabila kalian mendatangi istrinya (berjima’), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)

Jima boleh dari mana saja asal tidak lewat jalan belakang (sodomi)

Jima dengan isteri boleh dilakukan darimana arah mana saja dari depan, samping , belakang ( asal tidak sodomi) atau posisi berdiri, telungkup, duduk, berbaring dll. Seseorang suami boleh saja menggauli isterinya dengan cara bagaimana pun yang di sukainya, asalkan hanya pada kemaluannya jika berhubungan badan (jima’), sesuai dengan firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 223, yaitu :

“Isteri - isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok - tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya dan berilah kabar gembira orang - orang yang beriman.” (QS. 2:223)

Note : Dubur adalah bukan tempat bercocok tanam yang menghasilkan tanaman (keturunan) tapi tempat pembuangan kotoran

Dari Abi Hurairah Radhiallahu’anhu. bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Dilaknat orang yang menyetubuhi wanita di duburnya”. (HR Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai)

Dari Amru bin Syu’aib berkata bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Orang yang menyetubuhi wanita di duburnya sama dengan melakukan liwath (sodomi) kecil.. (HR Ahmad)

Juga lihat pula pada riwayat ini dasarnya, yaitu, Ibnu ‘Abbas Ra berkata,“Pernah suatu ketika ‘Umar bin Khaththab Ra datang kepada Rasulullah Saw, lalu ia berkata,”Wahai Rasulullah, celaka saya.” Beliau bertanya,”Apa yang membuatmu celaka?” ‘Umar menjawab,”Saya membalikkan pelana saya tadi malam.”

Dan Rasulullah Saw tidak memberikan komentar apa pun, hingga turunlah ayat seperti di atas kepada beliau, lalu Rasulullah Saw bersabda : “Setubuhilah isterimu dari arah depan atau dari arah belakang, tetapi hindarilah (jangan engkau menyetubuhinya) di dubur dan ketika sedang haidh.” Pada riwayat lain Rasulullah Saw bersabda : “Silahkan menggaulinya dari arah depan atau dari belakang, asalkan pada kemaluannya.”

Telah diharamkan melakukan jima’ dengan istri yang sedang mendapat haidh. 

Sebagaimana larangan Allah Subhanahu wata’ala tentang hal ini di dalam Al-Qur’an Al-Kariem.

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, “Haidh itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.. (QS Al-Baqarah: 222)

membolehkan percumbuan asal tidak sampai kepada jima’. Dasarnya adalah hadits berikut ini.
Dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda tentang laki-laki yang mencumbui istrinya saat haidh, “Lakukan segala sesuatu kecuali nikah/jima’. (HR Jamaah kecuali Bukhari – Nailul Authar)

[137] Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh. Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang menggauli isterinya yang sedang haidh, atau menggaulinya pada duburnya, atau mendatangi dukun, maka ia telah kafir terhadap ajaran yang telah di turunkan kepada Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.” Juga pada hadist ini : “Di laknat orang yang menyetubuhi isterinya pada duburnya.”

Kaffarat bagi seseorang suami yang menggauli isterinya yang sedang haidh adalah ia harus bershadaqah, hal ini berdasarkan pada hadits dari Ibnu ‘Abbas Ra, Rasulullah Saw bersabda : “Hendaklah ia bershadaqah dengan satu dinar atau setengah dinar.”

Boleh seseorang suami untuk bercumbu dengan isterinya yang sedang haidh, tetapi hanya boleh bercumbu dengannya, dan tidak boleh pada kemaluannya atau seterusnya....? dasarnya pada hadist ini, yaitu,”Lakukanlah apa saja, kecuali nikah (jima’ atau bersetubuh).”


hal yang diperhatikan saat jima'

Jika sepasang suami isteri ingin makan atau tidur setelah jima’ (bercampur) sebelum mandi janabah (junub), maka hendaklah mereka mencuci kemaluannya dan berwudhu’ terlebih dahulu, serta mencuci kedua tangannya. Dengan dasar hadits dari ‘Aisyah Ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda,”Apabila beliau hendak tidur dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu’ seperti wudhu’ untuk shalat.

Dan apabila beliau hendak makan atau minum dalam keadaan junub, maka beliau mencuci kedua tangannya kemudian beliau makan dan minum.” Juga pada hadist ini, dari ‘Aisyah Ra, ia berkata,”Apabila Nabi Saw hendak tidur dalam keadaan junub, maka beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu’ (seperti wudhu’) untuk shalat.”

Lebih baik jangan bersetubuh dalam keadaan sangat lapar atau dalam keadaan sangat kenyang, karena dapat membahayakan kesehatan. Suami isteri dibolehkan mandi bersama dalam satu tempat, juga diperbolehkan saling melihat aurat masing - masing.

Hukumnya haram menyebarkan rahasia rumah tangga dan hubungan suami isteri, setiap suami maupun isteri di larang menyebarkan rahasia rumah tangga dan rahasia masalah ranjang mereka, karena ini telah di larang oleh Nabi Saw, orang yang menyebarkan rahasia hubungan suami isteri adalah orang yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya pada hari kiamat adalah laki - laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita yang bersenggama dengan suaminya kemudian ia menyebarkan rahasia isterinya (mereka saling buka rahasia atau bercerita).”

Pada riwayat hadits lain yang lebih shahih adalah Rasulullah Saw bersabda,”Jangan kalian lakukan (menceritakan hubungan suami isteri). Perumpamaannya seperti syaithan laki - laki yang berjumpa dengan syaithan perempuan di jalan lalu ia menyetubuhinya (di tengah jalan) dan di lihat oleh orang banyak.”

Banyak hal ini dilakukan oleh sebagian wanita, berupa membeberkan masalah rumah tangga dan kehidupan suami isteri kepada karib kerabat atau kawan – kawanya dalam pergaulan sehari - hari adalah sesuatu perkara yang di haramkan, tidak halal seorang isteri menyebarkan rahasia rumah tangga atau keadaannya bersama suaminya kepada seseorang. Allah Swt berfirman dalam Surah An-Nisaa’ Ayat : 34, yaitu :

“Kaum laki - laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki - laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki - laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[290]. Wanita - wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari - cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”

[289] Maksudnya : Tidak Berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.

[290] Maksudnya : Allah Swt telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik. 

[291] Nusyuz : Meninggalkan kewajiban bersuami isteri, nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.

[292] Maksudnya : Untuk memberi peljaran kepada isteri yang di khawatirkan pembangkangannya haruslah mula - mula di beri nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah di pisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah di bolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas, bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah di jalankan cara yang lain dan seterusnya.

Nabi Saw mengatakan,”Bahwa manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah laki - laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita yang bersenggama dengan suaminya, kemudian ia menyebarkan rahasia pasangannya.”

Demikian secara singkat mengenai bagaimana jima’ yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah RasulNya, keseluruhan uraian ini adalah berdasarkan pada shahih – shahih imam terkemuka.

Semoga Manfaat
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment