Hukum onani dalam Islam

Hukum onani dalam Islam

Nikah adalah sunnah Rosululloh yang mulia. dengan nikah kesucian seseorang akan terjaga. pandangan dan syahwatnya akan terarah baik. ini bukti bahwa islam adalam agama yang sangat menjaga kesucian dan sangat memperhatikannya.

Di antara penoda kesucian seseorang adalah melakukan ONANI atau MASTURBASI. kebiasaan ini adalah kebiasaan buruk lagi tercela dalam islam. Tidak sepantasnya seorang muslim dan muslimah melakukan kebiasaan ini. dan jika ada yang masih melakukannya maka cepat-cepatlah bertaubat kepada Alloh dan meninggalkan perbuatan tercela tersebut dan jika mampu untuk menikah maka menikahlah karena nikah merupakan obat manjur dan jika tidak mampu maka sering-seringlah berpuasa.

Sebagai muslim mari kita simak hukum onani dan masturbasi dalam islam berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah agar kita menjadi hamba yang mulis di sisi Alloh ta’ala.


Onani yang dilakukan dengan bantuan tangan/ anggota tubuh lainnya dari istri atau budak wanita yang dimiliki. Jenis ini hukumnya halal, karena termasuk dalam keumuman bersenang-senang dengan istri atau budak wanita yang dihalalkan oleh Alloh Ta’ala.Demikian pula hukumnya bagi wanita dengan tangan suami atau tuannya jika ia berstatus sebagai budak. Karena tidak ada perbedaan hukum antara laki-laki dan perempuan hingga tegak dalil yang membedakannya. Wallahu a’lam.

Onani yang dilakukan dengan tangan sendiri atau semacamnya. Jenis ini hukumnya haram bagi pria maupun wanita, serta merupakan perbuatan hina yang bertentangan dengan kemuliaan dan keutamaan. Pendapat ini adalah madzhab jumhur ulama. Dalilnya sebagai berikut:

Dalil dari al-Qur’an adalah firman Alloh ta’ala:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluan-kemaluan mereka (dari hal-hal yang haram), kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak wanita yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Barangsiapa mencari kenikmatan selain itu, maka merekalah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Mu’minun: 5-7, juga dalam surat Al-Ma’arij: 29-31) Sedangkan onani dan masturbasi adalah penyelisihan ayat yang mulia ini.

Dalil dari as-Sunnah dari Abdulloh bin Mas’ud, Rosululloh sholallohu alaihi wassalam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka menikahlah, karena pernikahan membuat pandangan dan kemaluan lebih terjaga. Barangsiapa belum mampu menikah, hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan obat yang akan meredakan syahwatnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Sisi pendalilan dari hadits ini adalah perintah Rosul Shollallohu ‘alaihi wa sallam bagi yang tidak mampu menikah untuk berpuasa. Sebab, seandainya onani merupakan adat (perilaku) yang diperbolehkan tentulah Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam akan membimbing yang tidak mampu menikah untuk melakukan onani, karena onani lebih ringan dan mudah untuk dilakukan ketimbang puasa.

Maka bertaqwalah wahai saudaraku seislam dan jaga kesucianmu agar engkau mulia di sisi Alloh ta’ala.
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment