Empat Pintu Masuk Perbuatan Zina
Setan tidak henti-hentinya berusaha menggoda manusia hingga manusia meninggal dunia. Segala cara akan ditempuh untuk menjerumuskan manusia ke dalam lubang-lubang dosa. Tujuan utamanya adalah menjadikan manusia kufur dan syirik kepada Allah Ta’ala. Dan jika masih tidak mampu, maka setan akan terus berusaha menjerumuskan manusia ke dalam dosa ke tingkatan-tingkatan setelahnya seperti bid’ah, dosa besar, kemaksiatan dan hal-hal yang melalaikan.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala telah menyeru orang-orang beriman agar tidak mengikuti langkah-langkah setan karena langkah tersebut akan menuju Neraka dan Allah Ta’ala mengingatkan bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi manusia dan dia akan selalu mengajak pada perbuatan mungkar.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Nur ayat 21:﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَى مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴾“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Ibnu Abbas radhiallahu anhu menafsirkan firman Allah (خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ) adalah “perbuatannya”. Ikrimah rahimahullah menafsirkan “Bisikan-bisikannya”. Qatadah rahimahullah mengatakan “Setiap kemaksiatan adalah langkah-langkah setan.” Dan Abu Muzlaj rahimahullah mengatakan, “Nadzar dalam kemaksiatan termasuk langkah-langkah setan.”
Ayat semisal ini juga terdapat pada al-Qur’an surat yang lain yaitu surat al-Baqarah ayat 168 dan 208, serta surat al-An’am yang 142. Banyaknya peringatan Allah Ta’ala untuk tidak mengikuti langkah-langkah setan adalah bukti besarnya masalah ini agar kita orang-orang beriman semakin waspada setiap saat.
Dan di antara perbuatan keji yang diharamkan dalam Islam adalah zina, maka setan akan membuat berbagai tipu daya untuk ummat Manusia agar mereka melakukan perbuatan keji tersebut. Bahkan kita menyaksikannya telah melanda ummat kita.
Dalam menjerumuskan ummat manusia, khususnya orang-orang beriman, setan tidak mengajak untuk melakukan perbuatan keji tersebut sekaligus, melainkan setahap demi setahap. Dan tahapan itu ibarat tangga yang bisa mengantarkan seseorang pada perbuatan zina. Berikut akan dijelaskan beberapa tahapan yang bisa menjadi jebakan seseorang hingga terjerumus pada perzinaan.
Pertama, al-Lahazhat (pandangan mata).
Pandangan mata adalah tahap awal menuju perzinaan. Membiarkan pandangan mata melihat hal-hal yang diharamkan akan membuka gerbang menuju zina. Karenya, Allah Ta’ala menyeru orang yang beriman agar dia menundukan pandangan untuk menutup langkah setan dalam menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan zina.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Nur ayat 30-31:
﴿ قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ ﴾
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan meraka; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.”
Berkaitan dengan ayat mulia ini, Ibn Katsir rahimahullah menjelaskan dalam kitab tafsirnya:
هَذَا أَمْرٌ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى لِعِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ أَنْ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ عَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ، فَلَا يَنْظُرُوا إِلَّا إِلَى مَا أَبَاحَ لَهُمُ النَّظَرَ إِلَيْهِ، وَأَنْ يَغُضُّوا أَبْصَارَهُمْ عَنِ الْمَحَارِمِ، فَإِنِ اتَّفَقَ أَنْ وَقَعَ الْبَصَرُ عَلَى مُحرَّم مِنْ غَيْرِ قَصْدٍ، فَلْيَصْرِفْ بَصَرَهُ عَنْهُ سَرِيعًا
Ini adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk memalingkan pandangan mereka dari apa-apa yang diharamkan kepada mereka. Maka janganlah mereka melihat kecuali apa-apa yang telah dibolehkan kepada mereka memandangnya. Dan hendaklah mereka memalingkan pandangan mereka yang yang diharamkan. Jika terjadi pandangan pada yang diharamkan tanpa disengaja hendaknya dia mengalihkan pandangan darinya dengan cepat.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab shahihnya:
رَوَي مُسْلِمٌ عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
Muslim meriwayatkan dari Jarir ibn Abdullah bahwa beliau berkata, “Saya bertanya kepada Rasulallah shallallahu alaihi wasallam perihal pandangan yang mendadak maka beliau memerintahkan kapadaku untuk memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim)
رَوَي اْلبُخَارِيُّ وَ مُسْلِمٌ عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ « إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَى أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَزِنَى الْعَيْنَيْنِ النَّظَرُ وَزِنَى اللِّسَانِ النُّطْقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِى وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ »
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwasannya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah pandangan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
روي الطبراني عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ النَّظَرَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومٌ مَنْ تَرَكَهُ مَخَافَتِي أَبْدَلْتُهُ إِيمَانًا يَجِدُ حلاوته في قلبه»
Al-Thabrani meriwayatkan secara marfu’ dari Abdullah ibn Mas’ud radhiallahu anhu bahwa beliau berkata: Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Barang siapa yang memalingkan pandanganya dari kecantikan wajah seorang wanita, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai hari kiamat.” (Al-Haitsami mengatakan dalam al-Majma 8/63 di dalam hadits ini terdapat Abdurrahman ibn Ishak al-Wasithi dan dia dha’if)
روي الترمذي عَنْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدة، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَلِيٍّ:« يَا عَلِيُّ، لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النظرةَ، فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَ لَكَ الْآخِرَةُ »
Al-Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah ibn Buraidah, dari bapaknya bahwa beliau berkata: Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Ali, “Wahai Ali janganlah engkau ikuti pandangan (pertama) dengan pandangan (berikutnya). Sesungguhnya pandangan pertama adalah untukmu namun tidak pada pandangan yang lainnya.” (HR. Tirmidzi dan beliau berkata: Hadits ini gharib, kami tidak mengetahui hadits ini melainkan dari jalur Syarik)
Di antara hikmah memalingkan pandangan adalah menutup keinginan melakukan kemaksiatan karena berawal dari pandangan akan melahirkan lintasan dalam hati, pikiran dan syahwat. Dari syahwat inilah timbul keinginan dan niat melakukan hal-hal yang haram yang akhirnya menjerumuskan ke dalam perzinaan. Oleh karenanya menutup aurat dan menikah adalah di antara solusi benteng seseorang dari perbuatan tersebut.
Kedua, al-Khatharat (khayalan).
Al-Khatharat adalah pikiran yang melintas dalam benak seseorang. Baik dan buruknya perbuatan seseorang dimulai dari al-Khatharat yang menguasai dirinya. Dan barangsiapa tidak mampu mengendalikan segala lintasan batinnya maka hawa nafsu akan memperbudaknya dengan mudah. Jika pikiran yang melintas dalam hati seseorang adalah keinginan-keinginan untuk melakukan kemaksiatan dan orang tersebut tidak mampu menepisnya maka lintasan pikiran tersebut setahap demi setahap menuntun seseorang melakukan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala. Dan perbuatan zina atau dosa dilakukan berawal dari lintasan pikiran yang menguasai dalam diri seseorang, kemudian menjadi himmah yaitu tekad kuat dan lalu mengerjakannya.
Dan begitu pula sebaliknya, jika lintasan pikiran dalam benak seseorang adalah untuk beramal shalih maka lintasan batin tersebut niscaya menjadi titik awal seseorang berniat atau bertekad kuat untuk melakukan amal shalih. Dan niat kuat seseorang untuk melakukan amal shalih sudah tercatat bernilai pahala di sisi Allah Ta’ala, terlebih jika diwujudkan dalam bentuk amal nyata maka Allah Ta’ala akan melipatgandakan pahalanya.
رَوَي اْلبُخَارِيُّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ : قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِئَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.
Dari Ibnu Abbas radhiallahuanhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dia riwayatkan dari Rabbnya Yang Maha Suci dan Maha Tinggi: Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut: Siapa yang ingin melaksanakan kebaikan kemudian dia tidak mengamalkannya, maka dicatat disisi-Nya sebagai satu kebaikan penuh. Dan jika dia berniat melakukannya dan kemudian melaksanakannya maka Allah akan mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan yang banyak. Dan jika dia berniat melaksanakan keburukan kemudian dia tidak melaksanakannya maka baginya satu kebaikan penuh, sedangkan jika dia berniat kemudian dia melaksanakannya Allah mencatatnya sebagai satu keburukan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
رَوَي مُسْلِمٌ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ « مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَعَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ وَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ ».
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, beliau berkata: Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang bertekad kuat (himmah) ingin melaksanakan kebaikan kemudian dia tidak mengamalkannya, maka dicatat disisi-Nya sebagai satu kebaikan. Dan jika dia bertekad kuat (himmah) ingin melakukan kebaikan lalu melaksanakannya maka Allah akan mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan yang banyak. Dan barangsiapa bertekad kuat (himmah) ingin melakukan keburukan kemudian dia tidak melaksanakannya maka tidak ditulis baginya keburukan, sedangkan jika dia melaksanakan maka dicatatlah baginya sebagai satu keburukan.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukan kebijaksanaan dan kemurahan Allah Ta’ala Pencipta alam semesta lagi Maha Kuasa atas makhluk-makhluk-Nya. Allah Ta’ala tidak mencatat lintasan niat keburukan hingga seorang hamba mengerjakannya dan justru Allah mencatat sebagai satu kabaikan tatkala seorang hamba berniat kuat untuk mengerjakan kebaikan dan mengkalilipatkan tatkala niat baik tersebut benar-benar dilaksanakan.
Berkaitan dengan hadits tersebut, Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-An’am ayat 160:
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”
Kemudian, kemurahan dan kebijaksanaan Allah Ta’ala yang lain dalam hadits di atas adalah Allah mencatat sebagai kebaikan jika seorang hamba meninggalkan niat berbuat keburukan karena Allah Ta’ala.
Dalam riwayat Muslim disebutkan, bahwa Rasulallah bersabda:
« قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ رَبِّ ذَاكَ عَبْدُكَ يُرِيدُ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً – وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ – فَقَالَ ارْقُبُوهُ فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِمِثْلِهَا. وَإِنْ تَرَكَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً – إِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّاىَ »
“Malaikat berkata, Ya Allah.. Hamba-Mu itu ingin mengerjakan keburukan. Allah berfirman: Kalian intai dia, bila ia jadi mengerjakannya, maka kalian harus menuliskannya seperti itu. Dan bila ia meninggalkannya maka hendaklah kalian menuliskan satu kebajikan baginya. Karena ia meninggalkannya hanya karena-Ku.” (HR. Muslim)
Menurut Muhammad ibn shalih al-Utsaimin, ada beberapa bentuk niat melakukan keburukan, yaitu:
- berniat melakukan keburukan, maksudnya bertekad dalam hati, bukan sekedar bisikan jiwa semata. Setelah itu mengintrospeksi diri, kemudian ia tinggalkan niat buruk itu karena Allah Azza wa Jalla. Meninggalkan nat buruk seperti inilah yang mendatangkan pahala, dan dicatat satu kebaikan utuh untuknya.
- berniat dan bertekad melakukan keburukan, namun tidak mampu dilaksanakan tanpa melakukan sebab-sebabnya. Niat seperti ini dicatat sebagai satu keburukan baginya. Hanya saja, itu tidak seperti orang yang melakukan keburukan.
- berniat melakukan keburukan dan berusaha untuk itu, tetapi tidak mampu. Perbuatan ini dicatat sebagai dosa keburukan secara utuh.
- berniat melakukan keburukan kemudian setelah itu menahan diri, bukan karena Allah atau bukan pula karena tidak mampu. Ini tidak dicatat sebagai dosa ataupun pahala bagi pelaku.
Ketiga, al-Lafazhat (kata-kata atau ucapan).
Lisan adalah ungkapan yang mengambarkan isi hati seseorang. Dan lisan termasuk pintu besar terjadinya perzinaan dan dosa yang lainnya, seperti permusuhan, pertengkaran, pembunuhan, dan bahkan peperangan.
Melepaskan kata-kata tanpa batas kepada lawan jenis yang tidak halal bisa menuntun seseorang pada perbuatan haram, seperti merayu ataupun ajakan-ajakan yang mengarah kepada kemaksiatan. Betapa banyak, perzinaan diawali dengan lemparan kata-kata indah seorang laki-laki kepada seorang perempuan. Hal ini salah satunya karena sifat dasar manusia merasa senang ketika dipuji dan merasa benci ketika direndahkan. Sehingga menjaga kata-kata kepada lawan jenis adalah bentuk antisipasi dari terwujudnya kemaksiatan.
Besarnya bahaya diakibatkan lisan, maka tidaklah salah jika ada istilah “lisan lebih tajam dari pada pedang”. Hal ini menunjukan bahwa lisan sangat bisa merusak pribadi dan kondisi sosial. Sehingga segala yang mengarah pada kerusakan disebabkan lisan diharamkan dalam Islam, seperti ghibah, namimah, dusta, riya, berkata keji, membuka aib orang lain, menyakiti orang lain untuk meruntuhkan kehormatannya, dan berbagai ucapakan kotor yang tidak bernilai dalam agama.
Dalam Islam, perkataan adalah bagian dari iman. Dan berkata pada hal-hal yang baik-baik saja merupakan bukti kesempurnaan iman seseorang.
رَوَي اْلبُخَارِيُّ وَ مُسْلِمٌ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ »
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud tutur kata yang baik dalam hadits ada dua bentuk: Pertama, kata-kata yang baik itu sendiri. Kedua, kebaikan yang dimaksud dari kata-kata tersebut. Kata-kata yang baik adalah dzikir, tilawah al-Qur’an, mengajarkan ilmu, nasehat dan amr al-ma’ruf wa nahi al-munkar serta kata-kata yang baik lainnya. Adapun kebaikan yang dimaksud dengan kata-kata adalah perkataan yang secara esesni tidaklah baik, namun diucapkan untuk membahagiakan orang, menghilangkan kesedihan dan membuat akrab.
Dengan demikian. Hendaknya seorang muslim berfikir terlebih dahulu sebelum mengucapkan sesuatu serta mempertimbangkan terlebih dahulu manfaat dan mudharatnya ketika hendak mengucapkan kata-kata tertentu. Terlebih setiap kata yang diucapkan seorang hamba ada malaikat yang selalu mencatat apa yang dia ucapkan.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat Qaff ayat 18:
﴿ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ﴾
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
Maka, hendaknya kita semua hirs untuk senantiasa mengucapkan perkataan baik sebagai bentuk tabungan pahala di sisi Allah Ta’ala.
رَوَي مُسْلِمٌ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لأُمَّتِى مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ يَتَكَلَّمُوا أَوْ يَعْمَلُوا بِهِ »
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa dia berkata: Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengampuni untuk ummat-ku apa-apa yang terlintas dalam dirinya selama mereka tidak mengucapkan dan mengamalkannya.” (HR. Muslim)
Keempat, al-Khutahwat (Langkah untuk melakukan perbuatan).
Langkah kaki menuju kemaksiatan adalah bukti konkrit dari niat maksiat seseorang. Mata yang sudah terbiasa melihat kemaksiatan akan melahirkan lintasan-lintasan batin. Lintasan batin yang tidak bisa dikendalikan akan melahirkan kata-kata yang menggiring kepada kemaksiatan. Kemudian, Tatkala lintasan-lintasan batin, khayalan dan perkataan tidak bisa dikendalikan oleh iman maka akan berakhir dengan tindakan konkret berupa perzinaan dan kemaksiatan lainnya.
رَوَي مُسْلِمٌ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا تَحَدَّثَ عَبْدِى بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَمْ يَعْمَلْ فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَإِذَا تَحَدَّثَ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ مَا لَمْ يَعْمَلْهَا فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ بِمِثْلِهَا ».
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwasannya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah azza wajalla berfirman : Apabila hambaku berucap hendak melakukan kebaikan maka aku tulis baginya satu kebaikan walaupun tidak melakukannya. Dan apabila ia benar-benar melakukannya, maka aku tulis sepuluh kebaikan untuknya. Dan apabila ia berucap hendak melakukan kejahatan, maka aku mengampuninya selama tidak melakukannya. Dan apabila ia benar-benar melakkukannya, maka aku tulis satu kejahatan baginya.”
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwasannya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah pandangan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
baca juga:
baca juga:
No comments:
Post a Comment