Rahim Gadis 14 Tahun Ini Membusuk akibat diperkosa 15 orang

Rahim Gadis 14 Tahun Ini Membusuk akibat diperkosa 15 orang

agama yang kurang memahami arti seksual
Kisah tragis tentang perkosaan yang dialami gadis belia berusia 14 tahun, yang dilakukan 15 pria, di Desa Bau, Kelurahan Gunungsari, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, terus berlanjut.

Melalui Nasrul--warga setempat yang kemudian mendampingi korban, meski telah dijanjikan diobati setelah mendapatkan uang sebesar Rp2 juta dari seorang anggota DPRD Fraksi PDIP, selama di Bandarlampung, korban tidak diobati. Bahkan gadis belia itu diajak menggunakan sabu-sabu oleh anggota dewan yang menginginkan kasus itu berakhir 'damai'.

Keberangkatan korban ke Bandarlampung, tanpa pendampingan dari pihak keluarga. "Saat pulang ke kampung, korban tidak diantar ke rumahnya, hanya diturunkan di sebuah persimpangan jalan dan kami yang menjemputnya karena anak ini nelpon minta dijemput," kata Nasrul dalam percakapan dengan Kompas,com akhir pekan lalu.


Rahim Membusuk

Pendamping lainnya Ali Arsyadat alias Ujang menjelaskan, kondisi korban sudah sangat memprihatinkan, rumah sakit Adiwaluyo mendiagnosa bahwa kondisi rahim korban sudah rusak bahkan mengalami kebusukan.

"Bidan sudah angkat tangan, satu-satunya jalan untuk menyelamatkan anak ini, harus diangkat rahimnya agar kebusukan itu tidak menjalar ke organ lainnya," kata Ujang, Selasa (28/1/2014).

Ujang mengaku, untuk mengajak korban dirawat secara medis sangatlah sulit. "Anak ini luar biasa kerasnya, sulit sekali kami mengajaknya untuk berobat dan visum, berbagai cara bujukan dipakai untuk bisa mengajak ini berobat," kata dia.

Atas persoalan yang melibatkan banyak pihak, ayah korban sebagai seorang buruh petani nan buta huruf itu merasa kelelahan mengikuti tahapan demi tahapan kasus yang menimpa putrinya itu.

"Beberapa kali ayahnya bilang, saya ini orang bodoh dan tidak punya biaya untuk meneruskan persoalan ini ke ranah hukum, ia kerap bilang pihak keluarga hanya ingin penyelesaian damai saja yang terpenting putrinya diobati," terang Ujang.

LBH Lampung Timur mundur

Di tengah ketidakpastian hukum, LBH Lampung Timur yang semula ditunjuk menjadi kuasa hukum korban, malah mencabut diri melakukan pembelaan terhadap korban.

"Pihak korban tidak kooperatif dalam memberikan keterangan. Korban tidak mau divisum hingga menyulitkan bagi kami untuk melakukan pendampingan," kata staf advokasi LBH R Hutagalung saat dikonfirmasi.

Namun pihaknya tetap menyarankan pihak keluarga untuk melanjutkan perkara tersebut ke pihak berwajib.

Hilang Seminggu

Hujan rintik pada malam Sabtu (25/1/2014) mengiringi perjalanan ke rumah korban perkosaan belasan orang, di Desa Bau, Kelurahan Gunungsari, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur.

Dari bibir jalan utama, dibutuhkan perjalanan sekitar 3 kilometer untuk menuju ke rumah korban, dengan kondisi jalan bebatuan yang telah menyatu dengan tanah.

Sisi kiri dan kanan jalan terlihat perkebunan coklat dan singkong, diselingi rumah-rumah warga. Hanya terlihat seorang lelaki dan seorang perempuan yang diperkirakan usia 45 tahun. Kedua orang itu bernama Sularno dan Mariah.

Mereka berdua adalah orangtua gadis belia berusia 14 tahun yang menjadi korban perkosaan tersebut. Tak banyak informasi yang bisa digali dari kedua orangtua korban.

"Saya ini orang yang tidak bisa baca dan menulis, kalau ditanya soal bagaimana kejadian sebenarnya tentang anak saya, saya tidak tahu," kata Sularno saat ditanyai tentang persoalan yang menimpa putrinya itu.

Sularno hanya mampu bercerita, bahwa pada Bulan September ia sempat kebingungan karena sudah seminggu lebih anak gadisnya tidak pulang ke rumah. Kesehariannya, korban bekerja di sebuah toko sepatu di Pasar Sidorjo, Kecamatan Sekapung Udik, Lampung Timur.

Korban anak putus sekolah, lantaran tak ada biaya untuk melanjutkan sekolah. "Saya cari ke mana-kemana tidak ketemu, kemudian beberapa hari kemudian saya kedatangan Nasrul, -salah satu warga yang kini mendampingi kasus ini. Dia bilang anak saya diperkosa sama banyak orang," kata sang ayah yang kesehariannya bekerja sebagai buruh tani.

Berdarah

Kembalinya ke rumah, si gadis belia ini sudah dalam keadaan pucat dan kondisi fisik yang melemah. "Setiap hari jika dia buang air besar dan kecil, selalu mengeluarkan darah," kata dia.

Sularno khawatir dengan kondisi kesehatan anaknya dan membawa si anak ke rumah sakit terdekat untuk berobat tapi kondisi korban tak kunjung membaik.

"Saya bawa dia berobat ke mana-mana sampai saya pinjam uang ke sana ke mari, karena tak kunjung ada perubahan dan saya tidak punya biaya lagi, saya hanya pasrah saja," ujar dia.

Menurut Sularno, anaknya tidak pernah bercerita tentang apapun atas kasus yang menimpa dirinya. Ia hanya mendengar tentang kasus perkosaan anaknya itu dari orang lain.

Nasrul menceritakan, kasus itu bermula dari pengaduan warga lainnya bahwa ada remaja berusia 14 tahun ketika itu dalam pencarian orangtuanya.

"Saya bantu untuk mencari itu, selang beberapa hari saya mendapat telepon dari teman saya, dia meminta agar saya menemui anak itu dan melihat kondisinya," terang Nasrul.

Korban ketika itu berada di rumah warga lainnya dalam keadaan pucat, lemah tak berdaya. "Saya tanyakan pada anak itu, sakit apa, tapi dia tidak mau angkat bicara," lanjut Nasrul.

Anggota DPRD Bantah

Anggota DPRD Provinsi Lampung Ketut Irawan, salah satu orang yang disebut-sebut dalam kasus pemerkosaan anak di bawah umur mengaku meragukan kabar yang menyatakan korban perkosaan itu mengalami perdarahan.

"Anak ini sehabis mediasi bermalam di rumah saya, dia pakai baju anak perempuan saya tapi saya tidak melihat ada bekas darah, padahal dia ngakunya pendarahan," kilahnya.

Bahkan dalam mediasi yang tanpa menghadiri perwakilan keluarga korban itu, korban tidak mau dipulangkan kepada orangtuanya. "Dia bilang sudah tidak pernah pulang ke rumah karena tidak diaku lagi sebagai anak oleh orang tuanya," tutur Irawan yang juga membantah terlibat dalam semua kasus itu.

Dia bahkan menilai, kasus perkosaan itu tidak sepenuhnya menjadi kesalahan para pelaku. Pasalnya, saat kejadian di September 2013 itu, dapat diduga korban melakukan atas dasar kemauan sendiri.

"Waktu musim pesta keagamaan, warga menemukan sejumlah pemuda dan satu perempuan berada dalam kamar mandi. Itu sempat diusir tapi malah mereka pergi ke rumah kosong," terang Irawan.

Saat di Bandarlampung, Irawan mengaku memang mengajak anak tersebut dengan beberapa teman korban. Namun, tidak sampai melakukan pemeriksaan karena korban menolak. "Bahkan dia sendiri yang bilang, orang saya jualan kok pada sewot sih," kata Irawan mengutip pernyataan korban.

Namun berbeda kesaksian yang diungkapan Rizal (49), paman korban di Bandarlampung. Dia menjelaskan kondisi korban berangsur-angsur pulih. Namun, jika dalam keadaan stres atau tertekan perdarahan dari kemaluannya kerap kambuh.

Kini, korban juga berada dalam pengawasan keluarga Rizal sambil diarahkan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Rizal yang adalah selaku sepupu ibu korban, mengaku belum memberitahukan kondisi anak itu kepada sang ibu. "Korban sejak usia dua tahun sudah terpisah dari ibunya dan tinggal bersama keluarga baru ayahnya di Desa Bau, Gungungsari, Lampung Timur," kata dia.

Terkait musibah yang menimpa keponakannya, Rizal enggan menceritakan persoalan tersebut kepada sepupunya. Ia mengkhawatirkan konflik itu akan berdampak serius. "Karena itu kami memercayakan penyelesaian perkara ini pada aparat kepolisian, kami berharap polisi dapat bertindak cepat dan tepat," kata Rizal.

Mantan pegiat advokasi anak di Lampung Diah D Yanti menekankan sekalipun anak tersebut melacurkan diri, tetap anak tidak bisa dipersalahkan sepenuhnya. "Anak ini belum bisa mengambil pilihan hidup, orangtuanya dan orang sekelilingnya yang musti mengarahkan," kata dia.

Diah berharap pihak-pihak yang terkait tidak memanfaatkan persoalan tersebut untuk kepentingan pribadi. "Saya berharap pihak kepolisian segera tangkap pelaku perkosaan yang keji ini, permasalahan ini bagaikan gunung es, mungkin ada banyak kasus yang melibatkan anak di bawah umur, tentu kita tidak ingin kasus ini memakan lebih banyak korban," tegas Diah. sumber
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment