Santri Muda Rawan Jadi Korban Pelecehan Seksual di Pesantren

Santri Muda Rawan Jadi Korban Pelecehan Seksual di Pesantren

Banyak orang tua mempercayakan pendidikan anaknya di pondok pesantren, dengan harapan sang anak akan tumbuh menjadi pribadi yang taat pada tuntunan agama. Nyatanya, dalam beberapa kasus, banyak santri yang justru terjerumus dalam perilaku homoseksual, atau biasa dikenal dengan istilah mairil.

Dalam buku berjudul ‘Mairil, Sepenggal Kisah Biru di Pesantren’ yang ditulis Syarifuddin, terungkap dengan jelas bagaimana praktek ini menjamur di kalangan santri. Rutinitas yang monoton dan kurangnya interaksi dengan sesama jenis diduga menjadi pemicu pemuasan hasrat seksual pada sesama jenis. Saat korban terlelap di malam hari, pelaku mulai melancarkan aksinya dengan sangat rapi sehingga korban tak menyadari apa yang menimpanya.

Ironisnya, hal ini justru banyak dilakukan para senior yang harusnya memberikan contoh baik pada yang lebih muda. Sasarannya jelas, para santri junior yang masih lugu dan belum mengenal kehidupan pesantren menjadi sasaran utama aksi ini. Meski demikian, tidak jarang pelaku dan korban memang sudah saling sepakat dan melakukan aktivitas seksual secara suka sama suka.

Umumnya para pelaku mairil sudah memiliki kesepakatan dengan pelaku lainnya. Seperti halnya hubungan asmara, masing-masing pelaku sudah punya pasangan mairil sendiri-sendiri, sehingga tak boleh ada orang lain yang mengganggunya. Jika hal ini sampai dilanggar, maka konflik, perkelahian dan persereruan jelas menjadi konsekuensi yang harus ditanggung. Selain itu, pasangan mairil juga akan mendapat perlakuan istimewa dari pelaku, seolah mereka benar-benar sepasang kekasih.
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment