Hukum Foto dan Gambar
Pertanyaan :
Assalamu`alaikum,
Afwan ya akhi, ana mau tanya.Karena situs ini mengatas namakan syari`ah, namun sepertinya tampilannya tidak syar`i, ada gambar dan foto makhluk bernyawa. apakah hukumnya menggambar makhluk bernyawa? ada hadits mengatakan :
Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari harga darah, harga anjing, dan dari penghasilan budak perempuan (yang disuruh berzina). Beliau melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta ditato, demikian juga pemakan riba dan orang yang mengurusi riba. Sebagaimana beliau melaknat tukang gambar.”
Afwan ya akhi, ana mau tanya.Karena situs ini mengatas namakan syari`ah, namun sepertinya tampilannya tidak syar`i, ada gambar dan foto makhluk bernyawa. apakah hukumnya menggambar makhluk bernyawa? ada hadits mengatakan :
Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari harga darah, harga anjing, dan dari penghasilan budak perempuan (yang disuruh berzina). Beliau melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta ditato, demikian juga pemakan riba dan orang yang mengurusi riba. Sebagaimana beliau melaknat tukang gambar.”
Ali bin Abi Thalib
radhiallahu ‘anhu berkata kepada Abul Hayyaj Al-Asadi: “Maukah aku
mengutus-mu dengan apa yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengutusku? (Beliau mengatakan padaku):
“Janganlah engkau membiarkan gambar kecuali engkau hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau ratakan.”
Jabir radhiallahu ‘anhu berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengambil gambar
(makhluk hidup) dan memasukkannya ke dalam rumah dan melarang untuk
membuat yang seperti itu.”
Seseorang pernah datang menemui Ibnu
‘Abbas radhiallahu ‘anhuma. Orang itu berkata: “Aku bekerja membuat
gambar-gambar ini, aku mencari penghasilan dengannya.” Ibnu ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma berkata: “Mendekatlah denganku.” Orang itupun
mendekati Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma. Ibnu ‘Abbas radhiallahu
‘anhuma berkata: “Mendekat lagi.” Orang itu lebih mendekat hingga Ibnu
‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dapat meletakkan tangannya di atas kepala
orang tersebut, lalu berkata: “Aku akan beritakan kepadamu dengan hadits
yang pernah aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aku mendengar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Semua tukang gambar itu di neraka. Allah memberi jiwa/ ruh kepada
setiap gambar (makhluk hidup) yang pernah ia gambar (ketika di dunia).
Maka gambar-gambar tersebut akan menyiksanya di neraka Jahannam.”
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata kepada orang tersebut: “Jika kamu memang terpaksa melakukan hal itu (bekerja sebagai tukang gambar) maka buatlah gambar pohon dan benda-benda yang tidak memiliki jiwa/ ruh.”
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata kepada orang tersebut: “Jika kamu memang terpaksa melakukan hal itu (bekerja sebagai tukang gambar) maka buatlah gambar pohon dan benda-benda yang tidak memiliki jiwa/ ruh.”
Jawaban :
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian,
masukan, dan kritikan dari saudara terkait tampilan blog Konsultasi
Islam. Masukan dari saudara dan pengunjung yang lain Insya Allah sangat
bermanfaat bagi kemajuan blog dakwah ini.
Tampilan di blog kami
tidak ada gambar seperti yang saudara maksudkan, yang ada adalah foto.
Gambar berbeda dengan foto. Gambar dibuat dengan cara menggambar,
sementara foto dibuat dengan alat-alat fotografi. Gambar juga berbeda
dengan menggambar. Gambar adalah benda sementara menggambar adalah
perbuatan. Hukum-hukum yang berkaitan dengannya pun berbeda. Lebih
detailnya, mari kita simak penjelasan berikut (diambil dari Taqiyyuddin
An-Nabhani, Kepribadian Islam – Jilid II, bab Tashwir. Terjemah : Rizki S
Saputro)
Menggambar (Tashwir)
Tashwir adalah menggambar
bentuk (shurah) sesuatu. Di antara tashwir adalah membuat patung-patung.
Dan tercakup di dalamnya juga pahatan. Gambar atau patung dinamakan
shurah. Jamaknya shuwar. Di dalam bahasa disebut juga tashawir. Tercakup
di dalamnya tamatsil (patung-patung). Di dalam bahasa dikatakan
tashawir adalah tamatsil.
Menggambar yang dilarang
Syara’
telah mengharamkan menggambar sesuatu yang di dalamnya terdapat ruh,
seperti manusia, binatang dan burung. Sama saja, apakah gambar tersebut
pada kertas, kulit, pakaian, perkakas, perhiasan, uang, atau lainnya.
Semuanya adalah haram. Karena, sekedar menggambar sesuatu yang di
dalamnya terdapat ruh adalah haram, pada barang apa pun gambar ini
dibuat. Sedangkan menggambar sesuatu yang di dalamnya tidak terdapat
ruh, maka itu boleh, tidak ada larangan di dalamnya. Syara’ telah
menghalalkan menggambar pohon, gunung, bunga, dan lainnya yang di
dalamnya tidak terdapat ruh.
Pengharaman menggambar sesuatu yang
di dalamnya terdapat ruh tetap dengan nash-nash syar’i. Bukhari
mengeluarkan dari hadits Ibnu Abbas, dia berkata: “Ketika Nabi saw.
melihat gambar-gambar yang ada di dalam Rumah (Ka’bah), beliau tidak
masuk sampai memerintahkan untuk menghapusnya.”
Diriwayatkan dari
Aisyah bahwa dia memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar.
Lalu Rasulullah saw. masuk dan melepasnya. Aisyah berkata: “Lalu aku
memotongnya menjadi dua bantal. Dan beliau dulu bersandar pada
keduanya.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Dalam lafadz Ahmad: “Lalu
aku melepasnya dan memotongnya menjadi dua sandaran (bantal). Sungguh
aku telah melihat beliau bersandar pada salah satu dari keduanya, sedang
padanya terdapat gambar.”
Muslim dan Bukhari mengeluarkan dari
hadits Aisyah, dia berkata: “Rasulullah saw. memasuki ruanganku sedang
aku telah menutup sebuah sahwah (semacam rak) milikku dengan qiram yang
padanya terdapat gambar-gambar. Ketika beliau melihatnya, beliau
melepaskannya, sedang wajah beliau telah berwarna (marah). Beliau
berkata: “Wahai Aisyah, manusia yang paling pedih siksanya pada hari
kiamat adalah orang-orang yang menyamai penciptaan Allah.” Qiram adalah
tabir tipis yang padanya terdapat warna-warna, atau tabir yang padanya
terdapat garis-garis atau lukisan.
Dalam hadits Muslim,
diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata: “Rasulullah tiba dari perjalanan,
sedang aku telah menutup pintuku dengan durnuk yang padanya terdapat
kuda yang memiliki sayap. Maka beliau menyuruhku untuk melepasnya.”
Durnuk adalah sejenis kain.
Bukhari mengeluarkan dari hadits Ibnu
Abbas, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa menggambar
sebuah gambar, maka Allah akan mengazabnya dengan gambar tersebut pada
hari kiamat, sampai dia meniupkan (ruh) padanya, pahahal dia tidak dapat
meniupkan (ruh).”
Dia juga mengeluarkan melalui Ibnu Umar, bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang membuat
gambar-gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan kepada
mereka: Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan.”
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki mendatanginya lalu berkata:
“Sesungguhnya aku telah menggambar gambar-gambar ini dan membuat
gambar-gambar ini. Maka berilah fatwa padaku tentangnya.” Ibnu Abbas
berkata: “Mendekatlah padaku.” Lalu dia mendekat pada Ibnu Abbas, sampai
Ibnu Abbas meletakkan tangannya di atas kepala laki-laki tersebut. Ibnu
Abbas berkata: “Aku beritahukan kepadamu tentang apa yang aku dengar
dari Rasulullah saw. Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Setiap
penggambar ada di dalam neraka. Kepada setiap gambar yang digambarnya
diberikan jiwa. Gambar tersebut menyiksanya di jahanam. Maka, jika kamu
harus menggambar, gambarlah pohon dan apa yang tidak memiliki jiwa.’”
Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: Jibril as. mendatangiku lalu berkata: “Sesungguhnya aku telah
mendatangiku tadi malam. Dan tidak ada yang menghalangiku untuk memasuki
rumah yang kamu ada di dalamnya kecuali bahwa di dalam rumah tersebut
terdapat patung seorang laki-laki, di dalam rumah tersebut terdapat
qiram berupa tabir yang padanya terdapat gambar-gambar, dan di dalam
rumah tersebut terdapat anjing. Maka perintahkanlah agar kepala patung
tersebut dipotong dan dibuat seperti bentuk pohon, perintahkanlah agar
tabir tersebut dipotong dan dijadikan dua bantal yang diinjak, dan
perintahkanlah agar anjing tersebut dikeluarkan.” Lalu Rasulullah saw.
melakukan itu. Dan qiram adalah tabir tipis dari wool yang memiliki
warna.
Bukhari meriwayatkan melalui Abu Juhaifah, bahwa dia
membeli seorang budak ahli bekam, lalu dia berkata: “Sesungguhnya Nabi
saw. melarang harga darah, harga anjing, dan pendapatan pelacur. Dan
beliau melaknat pemakan riba dan orang yang mewakilkannya, pembuat tatto
dan orang yang minta dibuatkan, serta penggambar.”
Hadits-hadits
ini secara keseluruhan memuat perintah untuk meninggalkan menggambar
dengan perintah yang tegas. Ini adalah dalil bahwa menggambar adalah
haram. Dan ini umum, mencakup semua gambar. Sama saja, gambar yang
memiliki bayangan atau tidak memiliki bayangan. Dan sama saja, gambar
sempurna atau separuh. Tidak ada perbedaan dalam pengharaman menggambar
antara gambar yang memiliki bayangan dan gambar yang tidak memiliki
bayangan, serta antara gambar sempurna yang mungkin hidup dan gambar
separuh yang tidak mungkin hidup. Semuanya haram, berdasarkan keumuman
hadits-hadits di atas. Juga, karena hadits Ibnu Abbas tentang Rumah
menunjukkan bahwa gambar-gambar yang ada di Ka’bah adalah yang dilukis
dan tidak memiliki bayangan. Karena, Rasul tidak memasukinya sampai
gambar-gambar tersebut dihapus. Dan hadits Aisyah menunjukkan bahwa
tabir tersebut padanya terdapat gambar yang tidak memiliki bayangan.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw. mengirim Ali dalam sebuah sariyyah. Beliau
berkata kepadanya: “Janganlah kamu meninggalkan sebuah patung kecuali
kamu hancurkan, tidak pula sebuah gambar kecuali kamu hapus, dan tidak
pula sebuah kuburan yang dimuliakan kecuali kamu ratakan dengan tanah.”
Di sini beliau menyebutkan kedua jenis: yang memiliki bayangan yaitu
patung, dan yang tidak memiliki bayangan yaitu gambar yang dihapus.
Jadi, pembedaan antara yang memiliki bayangan dan yang tidak memiliki
bayangan tidak benar dan tidak memiliki dasar. Juga, karena keberadaan
gambar tersebut bisa hidup atau tidak bisa hidup bukanlah ‘illah
pengharaman. Dan tidak ada dalil yang mengecualikan itu dari
pengharaman.
Menggambar yang diperbolehkan
Sedangkan
bolehnya menggambar sesuatu yang tidak terdapat ruh di dalamnya, berupa
pohon, gunung, dan lainnya, itu disebabkan karena pengharaman dalam
hadits-hadits yang mengharamkan menggambar dibatasi dengan gambar yang
di dalamnya terdapat ruh. Ini adalah batasan (qaid) yang diakui dan
memiliki mafhum yang diterapkan. Dan mafhumnya adalah bahwa gambar yang
di dalamnya tidak terdapat ruh tidak haram. Benar bahwa sebagian hadits
berbentuk muthlaq (tanpa batasan). Tapi sebagian yang lain berbentuk
muqayyad (memiliki batasan). Dan kaedah Ushul menyatakan bahwa yang
muthlaq disamakan dengan yang muqayyad. Sehingga, pengharaman hanya
berlaku pada gambar yang di dalamnya terdapat ruh, yaitu manusia,
binatang dan burung. Sedangkan selain itu, tidak haram menggambarnya,
tapi boleh.
Di samping itu, pembolehan menggambar sesuatu yang di
dalamnya tidak terdapat ruh, berupa pohon dan lainnya, telah disebutkan
dengan jelas dalam hadits-hadits tersebut. Dalam hadits Abu Hurairah:
“Maka perintahkanlah agar kepala patung tersebut dipotong dan dibuat
seperti bentuk pohon.” Ini berarti bahwa patung pohon tidak apa-apa. Dan
dalam hadits Ibnu Abbas: “Maka, jika kamu harus menggambar, gambarlah
pohon dan apa yang tidak memiliki jiwa.”
Hadits-hadits yang
mengharamkan menggambar tidak memiliki ‘illah. Tidak terdapat penjelasan
‘illah menggambar dengan illah apa pun. Karena itu, janganlah mencari
‘illah untuknya. Sedangkan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar berupa
perkataan Rasul: “Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan”, apa yang
terdapat dalam hadits Ibnu Abbas: “sampai dia meniupkan (ruh) padanya,
pahahal dia tidak dapat meniupkan (ruh)”, dan apa yang terdapat hadits
Aisyah tentang gambar: “manusia yang paling pedih siksanya pada hari
kiamat adalah orang-orang yang menyamai penciptaan Allah”; semua itu
tidak disebutkan sebagai penjelasan ‘illah. Lafadz-lafadz dan
kalimat-kalimat yang ada dalam hadits-hadits ini darinya tidak dapat
dipahami ‘illah. Segala yang terjadi hanyalah bahwa Rasul menyerupakan
menggambar dengan penciptaan, dan para penggambar dengan Sang Pencipta.
Dan penyerupaan (tasybih) bukanlah penjelasan ‘illah dan tidak bisa
menjadi ‘illah. Karena, penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain
tidak menjadikan sesuatu yang diserupai (musyabbah bih) sebagai ‘illah
bagi sesuatu yang diserupakan (musyabbah). Dia hanya menjadi penjelasan
baginya. Dan penjelasan bagi sesuatu bukanlah ‘illah baginya.
Apakah ada Illatnya?
Dengan demikian, tidak dapat dikatakan bahwa menggambar haram karena di
dalamnya terdapat perbuatan menyamai penciptaan Allah. Karena, Allah
Ta’ala menciptakan manusia, binatang dan burung, serta menciptakan
pohon, gunung dan bunga-bunga. Dengan demikian, ‘illah ini terdapat juga
dalam pohon, gunung, bunga-bunga dan lainnya. Karena, semuanya adalah
ciptaan Allah juga. Sehingga, menggambarnya haram, karena adanya ‘illah
di dalamnya. Dan ‘illah berputar bersama hukum, dari segi ada dan
tidaknya. Padahal, nash-nash menyebutkan pembolehan menggambar pohon dan
semua yang di dalamnya tidak terdapat ruh. Dengan demikian, menggambar
manusia dan binatang haram berdasarkan nash-nash yang mengharamkannya,
bukan karena adanya ‘illah tertentu. Dan menggambar pohon, gunung dan
semua yang di dalamnya tidak terdapat ruh boleh, tidak ada larangan
tentangnya, berdasarkan nash-nash yang membolehkannya.
Hukum Fotografi
Menggambar yang diharamkan oleh Allah Ta’ala adalah melukis, memahat
dan lainnya, yang langsung dilakukan oleh manusia dengan dirinya
sendiri. Sedangkan “menggambar” dengan menggunakan alat fotografi, tidak
termasuk ke dalamnya, dan tidak termasuk menggambar yang diharamkan,
tapi itu mubah. Karena, pada hakekatnya dia bukan menggambar, tapi
memindahkan bayangan dari realita menuju film. Dia bukanlah menggambar
orang yang dilakukan oleh penggambar. Jadi, penggambar dengan alat
fotografi tidak menggambar orang, tapi memantulkan bayangan orang pada
film dengan menggunakan alat. Itu adalah memindahkan bayangan, bukan
menggambar; dengan perantaraan alat, bukan dilakukan langsung oleh
penggambar. Sehingga, itu tidak masuk ke dalam larangan yang terdapat
dalam hadits-hadits. Hadits-hadits mengatakan: “orang-orang yang membuat
gambar-gambar ini”, “Sesungguhnya aku telah menggambar gambar-gambar
ini”, “Setiap penggambar”, dan “para penggambar”. Dan orang yang
mengambil gambar orang atau binatang dengan alat fotografi tidak membuat
gambar-gambar ini, dan tidak menggambar. Dia bukanlah penggambar, tapi
alat fotografilah yang memindahkan bayangan ke film. Dia tidak melakukan
sesuatu kecuali menggerakkan alat. Karena itu, dia bukan penggambar,
dan tidak mungkin dialah yang menggambar, tidak dengan satu atau lain
alasan. Dengan demikian, larangan sama sekali tidak mencakupnya.
Selain itu, menggambar yang disebutkan pengharamannya di dalam
hadits-hadits di atas telah dijelaskan dan dibatasi jenisnya, yaitu yang
menyerupai penciptaan dan yang di dalamnya penggambar menyerupai Sang
Pencipta, dari sisi bahwa itu adalah pengadaan sesuatu. Jadi menggambar
di sini berarti mengadakan gambar, baik dengan melukisnya dari
hayalannya atau melukisnya dari aslinya yang ada di hadapannya. Dalam
kedua kondisi ini, dia adalah pengadaan gambar. Karena, dialah yang di
dalamnya terdapat kreasi. Sementara menggambar dengan alat fotografi
tidak masuk jenis ini. Karena, dia bukanlah pengadaan gambar, dan di
dalamnya tidak terdapat kreasi.
Dia hanyalah memantulkan sesuatu
yang ada ke film. Karena itu, dia tidak dianggap sebagai jenis
menggambar yang pengharamannya disebutkan dalam hadits-hadits tersebut.
Hadits-hadits tersebut tidak berlaku padanya, dan dia tidak masuk ke
dalam cakupan hadits-hadits tersebut dalam pengharaman.
Hakekat
seni bagi gambar yang dilukis menggunakan tangan dan gambar fotografi
menguatkan itu dengan sangat sempurna. Keduanya adalah dua jenis yang
sama sekali berbeda. Gambar seni adalah gambar yang dilukis dengan
tangan. Dan itu berbeda dengan gambar fotografi dari sisi seni dan dari
sisi kreasi. Dari sini, menggambar dengan alat fotografi adalah boleh,
tidak ada larangan di dalamnya.
Hukum Memiliki Gambar
Ini
yang berkaitan dengan menggambar itu sendiri. Sedangkan memiliki
gambar-gambar yang telah digambar, jika itu di tempat yang disediakan
untuk ibadah, seperti masjid, mushala, dan lainnya, maka haram secara
pasti. Dasarnya adalah apa yang disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas bahwa
Rasul saw. menolak untuk memasuki Ka’bah sampai gambar-gambar yang ada
padanya dihapus. Ini adalah perintah yang tegas untuk meninggalkan,
sehingga menjadi dalil pengharaman.
Sedangkan memiliki
gambar-gambar tersebut di tempat yang tidak disediakan untuk beribadah,
seperti rumah, perpustakaan, sekolah, dan lainnya, di dalamnya terdapat
perincian dan penjelasan. :
1. Jika gambar dipasang di tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadap gambar tersebut, maka makruh, tidak haram.
Jika gambar dipasang di tempat yang di dalamnya tidak terdapat
penghormatan terhadap gambar tersebut, maka boleh, tidak apa-apa.
Pemakruhan di tempat yang di dalamnya terhadap penghormatan terhadapnya
adalah berdasarkan hadits Aisyah bahwa Rasul melepas tabir yang padanya
terdapat gambar. Juga berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Jibril
menolak untuk memasuki rumah karena di dalamnya terdapat patung, gambar
dan anjing. Sedangkan bahwa pemakruhan ini khusus bagi gambar yang
diletakkan di tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya,
dan bahwa tidak apa-apa jika gambar tersebut diletakkan di tempat yang
di dalamnya tidak terdapat penghormatan terhadapnya, adalah karena
hadits Aisyah menyebutkan bahwa Rasul melepas tabir yang padanya
terdapat gambar ketika gambar itu ditegakkan, dan bahwa beliau bersandar
pada bantal yang padanya terdapat gambar. Juga, karena dalam hadits Abu
Hurairah, Jibril berkata kepada Rasul: “perintahkanlah agar tabir
tersebut dipotong dan dijadikan dua bantal yang diinjak”. Ini
menunjukkan bahwa larangan mengarah pada meletakkan gambar di tempat
yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya, dan tidak mengarah
pada memiliki gambar tersebut.
Sedangkan bahwa meletakkan gambar
di tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya adalah
makruh bukan haram, adalah disebabkan karena larangan yang terdapat
dalam hadits-hadits tersebut tidak disertai qarinah yang menunjukkah
penegasan, seperti ancaman terhadap orang yang memiliki gambar, atau
celaan terhadapnya, atau semacamnya, sebagaimana yang disebutkan dalam
larangan menggambar. Larangan tersebut hanyalah berupa perintah untuk
meninggalkan. Dan terdapat hadits-hadits lain yang melarang memiliki
patung dan membolehkan memiliki gambar yang dilukis. Ini menjadi qarinah
bahwa larangan tersebut tidak tegas.
Dalam hadits Abu Thalhah
milik Muslim diriwayatkan dengan lafadz: “Malaikat tidak memasuki rumah
yang di dalamnya terdapat anjing atau gambar.”
Dalam riwayat lain dari jalan yang diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda: “Kecuali lukisan di baju”.
Ini menunjukkan pengecualian gambar yang dilukis di baju. Mafhumnya
adalah bahwa malaikat memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar
yang dilukis di baju. Jika hadits ini digabungkan dengan hadits-hadits
larangan lainnya, maka dia menjadi qarinah bahwa perintah untuk
meninggalkan di sini tidaklah tegas. Dengan demikian, memiliki gambar di
tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya adalah
makruh, bukan haram.
No comments:
Post a Comment