Hukum Warisan dalam Al-Quran
Hukum Warisan dalam Quran membuktikan bahwa Allah Swt tidak bisa
berhitung, rumus - rumus original yang datang dari Allah Swt ini
ternyata sangat bodoh, dan untuk melakukan pembenaran atas kesalahan
allah swt ini, muslim melakukan modifikasi rumus. Berikut penjelasannya
dari Ali Sina, mengenai Hukum Waris dari Allah Swt.:
Satu kesalahan hitungan yang paling jelas dalam Qur’an dapat ditemukan dalam penjelasan tentang harta warisan. Hukum2 warisan tersebar di beberapa Sura, seperti misalnya di Al-Baqarah (2), Al-Maidah (5) dan Al-Anfal (8 ). Tapi keterangan menyeluruh tentang hukum2 ini dijabarkan di Surah Nisa (4).
Satu kesalahan hitungan yang paling jelas dalam Qur’an dapat ditemukan dalam penjelasan tentang harta warisan. Hukum2 warisan tersebar di beberapa Sura, seperti misalnya di Al-Baqarah (2), Al-Maidah (5) dan Al-Anfal (8 ). Tapi keterangan menyeluruh tentang hukum2 ini dijabarkan di Surah Nisa (4).
Q 4:11
Allah
mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang
anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk
dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Q 4: 12
Dan
bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu
itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu
itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Q 4:176
Mereka
meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah : "Allah memberi
fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) : jika seorang meninggal dunia,
dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi
saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya,
dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara
perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan
itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu
terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang
saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.
Meskipun tertera perkataan “Allah menerangkan”, ternyata hukum ini jauh dari terang.
Ayat 4:11
mengatakan jika seorang pria hanya mempunyai seorang anak perempuan,
maka anak perempuan itu mendapatkan separuh harta warisan. Tapi karena
ayat yang sama berkata bahwa porsi warisan anak laki dua kali besarnya
daripada anak perempuan, maka ini berarti saudara lakinya mewarisi
seluruh warisan. Bukankah ini membingungkan? Jelas ada yang salah dalam
hukum ini. Kesalahan ini akan semakin banyak dijumpai dalam pembagian
warisan di mana pihak orangtua dan istri2 diikutsertakan.
Terdapat kasus2 di mana jumlah pembagian total kepada pewaris ternyata melebihi harta warisan yang ada. Lihat contoh berikut.
Menurut ayat2 di atas, jika seorang pria mati meninggalkan seorang istri, tiga anak perempuan dan dua orangtuanya,
Bagian istrinya adalah 1/8 (Para
isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu
tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan)
Anak2 perempuannya akan menerima 2/3 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.)
Dan kedua orangtuanya akan menerima 1/6 dari warisannya (Dan
untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;)
Jika kau menambah semua pembagian ini maka jumlah keseluruhan melebihi jumlah warisan yang ada.
Istri........................1/8..=...3/24
Anak2 perempuan..2/3..=..16/24
Ayah.......................1/6..=....4/24
Ibu..........................1/6..=....4/24
Total..............................=...27/24
Anak2 perempuan..2/3..=..16/24
Ayah.......................1/6..=....4/24
Ibu..........................1/6..=....4/24
Total..............................=...27/24
Mari kita lihat contoh lain. Misalnya saja seorang pria mati meninggalkan istrinya, ibunya, dan saudara2 perempuannya.
Istri menerima 1/4 warisan, (Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak;)
Ibu menerima 1/3 warisan (Dan
untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang
yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga;)
Dan saudara2 perempuannya 2/3 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal)
Jika kita menjumlahkan semua bagian ini, hasilnya ternyata melebihi jumlah warisan yang ada.
Istri 1/4........................=...3/12
Ibu 1/3.........................=...4/12
Saudara2 perempuan...=...8/12
Total.............................=..15/12
Ibu 1/3.........................=...4/12
Saudara2 perempuan...=...8/12
Total.............................=..15/12
Contoh2
menunjukkan bahwa porsi2 pewaris ternyata melebihi jumlah total
warisan. Di kedua kasus contoh jumlah total warisan ternyata tepat
SEBELUM bagian warisan istri diikutsertakan.
Apakah yang harus
dilakukan jika seorang pria punya dua istri, yang seorang dengan anak2
dan yang lain tanpa anak? Apakah ini berarti istri yang punya anak akan
menerima 1/8 dan istri yang tak beranak menerima 1/4? Kalau benar
begitu, apakah ini adil?
Sekarang misalkan saja seorang wanita mati dan meninggalkan seorang suami dan seorang saudara laki:
Suami menerima separuh (Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.)
Saudara laki menerima semuanya (jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai
saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari
harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai
(seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak)
Apakah
ini berarti orangtua, saudara2 perempuan dan suami tidak mendapat
apa2? Jika begitu, dimanakah keadilan? Bagaimana mungkin saudara laki
mewarisi segalanya?
Suami...........=...1/2
Saudara laki..=...2/2
Total.............=...3/2
Saudara laki..=...2/2
Total.............=...3/2
Ayat
ini tidak menjelaskan bahwa saudara laki mendapat semua harta warisan
jika tiada pewaris lainnya. Ayat ini hanya mengatakan jika tiada anak,
maka dia dapat semua warisan. Ayat yang sama menerangkan bahwa jika
seorang pria mati dan meninggalkan seorang saudara perempuan, maka
perempuan itu dapat separuh harta warisan. Lalu apa yang terjadi dengan
sisa separuh warisan lainnya?
Ini contoh yang lain. Seorang wanita mati meninggalkan seorang suami, saudara perempuan dan seorang ibu.
Suami......................(1/2)...=...3/6
Saudara perempuan..(1/2)...=...3/6
Ibu..........................(1/3)....=...2/6
Total...................................=...8/6
Saudara perempuan..(1/2)...=...3/6
Ibu..........................(1/3)....=...2/6
Total...................................=...8/6
Kita
bisa mengambil kesimpulan bahwa aturan warisan dalam Qur’an sangatlah
kacau balau. Begitu kacaunya sampai kaum Shia dan Sunni menerapkan
hukum warisan ini dengan cara yang berbeda. Misalnya:
Seorang pria mati meninggalkan seorang istri dan dua orang tua, Islam Shia ( *2741)
akan memberi pihak istri ¼ dan lalu membagi-bagikan sisanya untuk ibu
1/3 dan untuk ayah 2/3, ini berarti mereka akan menerima 1/4 dan 1/2
dari tanah yang ada. Islam Sunni menetapkan bagian warisan istri 1/4,
ibu 1/3 dan ayah sebagai sanak keluarga pria terdekat sebagai 5/12. Jika
dilihat semua ini, Qur’an ternyata tidak jelas sama sekali.
*2741 If
the father and the mother of deceased are his only heirs, the estate
is divided into 3 parts, out of which 2 parts are taken by the father
and one by the mother. If, the deceased has two brothers or four
sisters, or one brother and two sisters, who are Muslims and are
related to him from the side of the father (i.e. the father of these
persons and of the deceased is same, although their mothers may be
different), the effect of their presence on the inheritance is that,
although they do not inherit anything in the presence of the father and
the mother, the mother gets 1/6 of the estate, and the rest is
inherited by the father.
Terjemahan:
Jika
seorang ayah dan seorang ibu menjadi pewaris tunggal seorang pria yang
mati, maka tanah milik orang itu dibagi tiga bagian, 2/3 diberikan
pada pihak ayah, dan 1/3 diberikan pada pihak ibu. Jika pria yang mati
itu punya dua saudara laki atau empat istri, atau satu saudara laki dan
dua saudara perempuan yang Muslim dan berhubungan darah dengan dia
dari pihak ayah (yakni ayah orang ini dan orang yang mati adalah sama,
meskipun ibu2 mereka mungkin orang yang berbeda), akibat kehadiran
mereka dalam pembagian warisan adalah sang ibu menerima 1/6 tanah, dan
sisanya diwariskan kepada pihak sang bapak.
Untuk
memecahkan masalah salah hitung ini, para ahli bedah Islam telah
mengeluarkan rumus “sains” akal2an yang dikenal sebagai “Al-Fara ‘id”.
Ini terdiri dari hukum “Awl” dan “Usbah,” dan hukum2 “Usool” dari
Fara’id, hukum2 dari "Hajb wa Hirman," dan berbagai sumber lainnya yang
berhubungan dengan masalah ini.
Hukum “Awl” (penyesuaian)
berhubungan dengan kasus2 di mana jumlah bagian para ahli waris
melebihi atau “lebih banyak” dari jumlah total warisan. Dalam kasus
seperti ini, bagian warisan disesuaikan untuk memuaskan seluruh pihak.
Begini caranya:
Istri......................1/8..=...3/24......diubah jadi....3/27
Anak perempuan...2/3..=..16/24...diubah jadi..16/27
Ayah....................1/6..=....4/24.....diubah jadi....4/27
Ibu.......................1/6..=...4/24.....diubah jadi....4/27
Total...........................=...27/24.......................27/27
Anak perempuan...2/3..=..16/24...diubah jadi..16/27
Ayah....................1/6..=....4/24.....diubah jadi....4/27
Ibu.......................1/6..=...4/24.....diubah jadi....4/27
Total...........................=...27/24.......................27/27
Dan untuk kasus yang kedua
Istri.........................1/4...=...3/12..diubah jadi......3/15
Ibu..........................1/3...=...4/12..diubah jadi......4/15
Saudara perempuan..2/3...=...8/12..diubah jadi....8/15
Total................................=..15/12.......................15/15
Ibu..........................1/3...=...4/12..diubah jadi......4/15
Saudara perempuan..2/3...=...8/12..diubah jadi....8/15
Total................................=..15/12.......................15/15
Dengan
begitu masalah salah hitung ini dibetulkan oleh kemampuan otak
manusia, tapi bagian warisan jadi tidak sama dengan yang ditetapkan
Qur’an. Setiap pewaris harus rela menyerahkan sebagian dari bagiannya
agar hukum warisan ini jadi betul. Ini adalah kasus yang jelas di mana
firman Allah ternyata perlu dibetulkan oleh manusia agar bisa
diterapkan.
Tapi ada juga kasus di mana bagian warisan ternyata
tidak mencapai 100% bulat dan ada lebihnya (surplus). Misalnya saja
kasus di mana seorang pria mati dan meninggalkan istri dan kedua
orangtuanya.
Orang tua..1/3....=...4/12
Istri..........1/4.....=..3/12
Total..................=...7/12
Istri..........1/4.....=..3/12
Total..................=...7/12
Siapa yang bakal menerima bagian warisan surplus 5/12?
Kasus berikut adalah kasus lain yang menunjukkan adanya bagian warisan lebih (surplus) yang belum dibagikan:
Skenario.........................Warisan Dibagikan........Surplus
Hanya 1 istri............................=..1/4........................................3/4
Hanya 1 ibu.............................=..1/3..........................................2/3
1 anak perempuan.................=..1/2...........................................1/2
2 anak perempuan.................=..2/3..........................................1/3
Hanya 1 sdr. perempuan.......=..1/2..........................................1/2
1 ibu dan 1 sdr. perempuan..=..1/3 + 1/2 = 5/6....................1/6
1 istri dan 1 ibu.......................=..1/4 + 1/3 = 5/12..................7/12
1 sdr. perempuan dan 1 istri..=..1/2 + 1/4 = 3/4..................1/4
Dalam
semua kasus di atas dan kasus2 kombinasi lainnya terdapat surplus. Apa
yang terjadi dengan surplus ini? Siapakah yang mewarisinya?
Untuk
menghadapi masalah ini, hukum “Usbah” diterapkan. Hukum ini dibuat
untuk mengurus warisan yang tidak dibagikan karena tiada orang yang
menerimanya. Kalau Qur’an itu jelas dan tanpa salah, tidak diperlukan
akal2an hukum seperti ini.
Hukum Usbah berdasarkan Hadis berikut:
Hadis Sahih Bukhari 8.80.724
Dikisahkan oleh Ibn ‘Abbas:
Sang Nabi berkata, “Berikan Fara’id (bagian warisan yang ditetapkan di Qur’an) kepada mereka yang berhak menerimanya. Lalu sisanya harus diberikan kepada anggota keluarga pria terdekat dari orang yang mati.”
Sang Nabi berkata, “Berikan Fara’id (bagian warisan yang ditetapkan di Qur’an) kepada mereka yang berhak menerimanya. Lalu sisanya harus diberikan kepada anggota keluarga pria terdekat dari orang yang mati.”
Berdasarkan
hukum ini, orang yang mati dan meninggalkan seorang anak perempuan
saja tanpa ada anggota keluarga pria lain terdekat kecuali sepupu jauh,
maka anak perempuan ini hanya menerima separuh harta warisan dan
separuh sisanya diberikan kepada sepupu jauh tersebut. Ini tentunya
tidak adil bagi anak perempuan itu. Terlebih tidak adil lagi jikalau
pria yang mati itu punya seorang bibi atau saudara misan perempuan
miskin yang tidak kebagian apa2 hanya karena mereka bukan berkelamin
pria.
Sekarang lihat kasus di mana seorang pria yang mati tidak
punya anggota keluarga lain selain istrinya dan saudara jauh pria.
Istrinya akan menerima 1/4 harta warisan dan saudara jauh pria itu akan
menerima sisanya, yakni tiga kali lipat lebih banyak daripada harta
warisan istri itu yang baru saja ditinggal mati suami. Apakah ini yang
disebut dengan keadilan?
Bagaimana jika pria yang mati itu tidak
punya saudara jauh pria sama sekali? Apa yang terjadi dengan sisa
harta warisannya? Apa yang terjadi jika keadaannya terbalik yakni istri
yang mati dan tidak punya sanak saudara lain sama sekali? Pihak suami
akan menerima separuh dari warisan istri, dan lalu siapa yang
mendapatkan sisa separuh lainnya?
Perlu diketahui bahwa Qur’an tidak menetapkan prioritas penerima bagian harta warisan.
Tidak ada sama sekali keterangan yang menyatakan “pertama-tama berikan
kepada pihak ini dan lalu sisanya berikan kepada pihak itu”.
Bahkan jikalaupun kita mau melaksanakan hukum2 ini dan memberi
prioritas sesuai dengan apa yang tercantum, tetap saja tidak bisa
dilaksanakan karena dengan begitu setiap bagian warisan harus
dikorting. Juga di banyak kasus terjadi jumlah total warisan tidak bisa
habis dibagikan kepada pewaris.
Inilah kesalahan yang berusaha disangkal Pak Sami Zaatari. Dalam usahanya untuk membantah artikel ini, Pak Zaatari menulis, “Jika A
(mati) meninggalkan seorang janda atau duda, maka bagian warisan janda
atau duda haruslah terlebih dahulu dihitung seperti yang disebutkan di separuh bagian pertama ayat 4:1.”
Pak
Zaatari harus menunjukkan kepada kita aturan seperti itu di Qur’an.
Tidak ada aturan dalam Qur’an yang menyebut harta warisan harus
diberikan kepada pewaris tertentu lebih dahulu dan sisanya dibagikan
kepada pewaris yang lain. Sudah jelas pula bahwa aturan perhitungan
pembagian harta warisan dalam Qur’an salah secara matematis.
Kekacauan
hukum warisan ini tampak lebih jelas lagi di contoh berikut. Misalnya
saja seorang pria hanya punya seorang anak perempuan dan 10 anak laki.
Menurut Qur’an, anak perempuan ini menerima separuh warisan dan ke-10
anak laki harus membagi-bagi rata separuh harta warisan lainnya. Jadi
setiap anak laki hanya kebagian 1/20 harta warisan. Tapi ini lalu
bertentangan dengan hukum yang menetapkan pria menerima dua kali lebih
banyak harta warisan dibandingkan wanita.
Tentu saja Muslim
telah menerapkan aturan Islam selama 1.400 tahun dan melalui berbagai
cara mereka dapat menerapkan hukum yang memusingkan ini. Apa yang
mereka lakukan? Mereka mengartikan, menyesuaikan dan membuat kompromi
agar hukum kacau balau ini jadi masuk akal. Mereka mengumpulkan semua
warisan di satu tempat dan memberi setiap anak pria dua kali bagian
anak perempuan. Jalan keluar ini memang melaksanakan salah satu aturan
warisan Qur’an, tapi bertentangan dengan aturan Qur’an lainnya.
Di
atas segala penerapan hukum yang bertentangan ini, sebenarnya masalah
utama tidak terletak pada kesalahan perhitungan pembagian warisan.
Masalah utamanya adalah ketidakadilan dalam hukum ini. Orang yang bisa
berpikir waras tidak dapat menghindari pertanyaan mengapa seorang anak
perempuan hanya menerima separuh dari warisan anak laki? Mengapa
derajat anak perempuan lebih rendah daripada anak laki? Mengapa Qur’an
menyebut “bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang
anak perempuan”? (Q 4:11).
Misalnya saja seorang pria mati meninggalkan 4 istri. Semua istri2 ini
harus membagi rata ¼ kekayaannya, jika pria ini tidak punya anak dan 1/8
jika pria ini punya anak. Jika pria ini tidak punya anak, maka setiap
istri akan memperoleh 1/16 harta warisan dan jika pria ini punya anak,
maka setiap istri akan memperoleh 1/32. Bagaimana caranya seorang
wanita yang mungkin sudah terlalu tua untuk bisa menikah lagi dapat
hidup layak dengan warisan sekecil itu di dalam masyarakat yang
didominasi kaum pria sebagaimana lumrahnya negara2 Islam? Di lain
pihak, seorang pria yang kehilangan keempat istrinya akan mewarisi ½
sampai ¼ kekayaan setiap istrinya. Bukankah ini rumus hitungan yang
jelas untuk memperkaya pria dan mempermiskin wanita? Lebih mudah untuk
memaafkan kesalahan berhitung dalam Qur’an dibandingkan dengan
memaafkan ketidakadilan ini.
Ayat Q 4:175 berbunyi
“Thus doth Allah make clear to you (His law), lest ye err. And Allah hath knowledge of all things.”
versi DepAg RI:
Adapun
orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada
(agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang
besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka
kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.
Tapi
seperti yang kita lihat, hukum Allah ternyata tidak jelas sama sekali.
Jumlah hitungan salah, bagian warisan tidak ditentukan secara jelas,
dan pembagiannya tidak adil. Terserah kaum Muslim untuk menentukan
apakah Allah bukan yang “Maha Tahu”, tidak bisa menghitung angka2 yang
sederhana, bingung dan tidak adil ataukah Qur’an itu salah dan Muhammad
bukanlah utusan Tuhan. Salah satu dari dua hal ini pasti benar.
Silakan pilih sendiri.
sumber: islam-tulen.blogspot
No comments:
Post a Comment