Kekerasan Atas Nama Agama
tokoh lintas agama pada Rabu (19/09/2012) lalu berkumpul di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Agama (PBNU). Mereka menggelar dialog dan konferensi pers bertajuk Kekerasan Atas Nama Agama.
Pertemuan itu berlangsung tak lama setelah ratusan kaum Muslim di Jakarta mendatangi Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat guna memprotes sikap lembek pemerintah Paman Sam atas penghinaan yang dilakukan salah seorang warga mereka terhadap Rasulullah SAW. Sempat terjadi keributan dalam aksi itu.
Bukan hanya di Indonesia aksi protes ini terjadi. Di hampir semua negara Islam, aksi serupa juga digelar, bahkan jumlahnya lebih besar. Mereka mengutuk sang pembuat film tersebut. Mereka menuntut agar pelaku penghinaan dihukum seberat-beratnya.
Pertemuan tokoh lintas agama tadi juga mengutuk aksi penghinaan tersebut. Namun yang menarik bukan kutukan itu, melainkan semangat yang mereka usung, yaitu menolak kekerasan atas nama agama.
Prof Azyumardi Azra, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, dalam acara tersebut mengatakan, menista agama dan kekerasan atas nama agama sama-sama tidak dibenarkan. Tokoh-tokoh agama lain mengamini pendapat sang Guru Besar. ”Kekerasan tidak membawa bangsa pada perdamaian,” ungkap seorang tokoh agama Budha.
Ungkapan ini tentu memunculkan sejumlah pertanyaan: bagaimana dengan kekerasan atas nama negara dan nasionalisme? Apakah tidak dibenarkan juga? Lantas, kekerasan atas nama apa yang dibenarkan di negeri ini?
Mungkin saja kaum liberalisme berdalih bahwa agama bertujuan menciptakan kedamaian, sehingga tak boleh ada kekerasan atas nama agama. Kalau memang demikian, bukankah negara dan nasionalisme juga bertujuan mencipatakan kedamaian? Lalu mengapa kekerasan atas nama negara dan nasionalisme diperbolehkan sedangkan kekerasan atas nama agama tidak? Bukankah tujuan mereka sama?
Islam memang menginginkan kedamaian. Rasulullah SAW juga mengajarkan kedamaian. ”Tebarkan salam (kedamaian),” kata Rasulullah SAW saat bertama hijrah ke Madinah.
Namun kadang kala, kedamaian itu harus dicapai lewat kekerasan. Dan, Islam juga membenarkan hal ini.
Allah SWT berfirman dalam surat al-Hujarat [49] ayat 9:
وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِن فَاءتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Apabila ada dua golongan orang mukmin yang berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu di antara keduanya berbuat zalim terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat zalim itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika telah demikian maka damaikanlah antara keduanya dengan adil…”
Memang, kita kerap melihat aksi anarkis sekelompok orang atas nama agama. Ini tidak kita benarkan. Kita juga kerap mendengar aksi teror yang menelan banyak korban, termasuk orang-orang yang tidak bersalah. Ini juga tidak kita benarkan. Namun, bukan berarti syariat Islam tidak mengajarkan kekerasan.
Dan, memang manusia pada dasarnya tidak menyukai kekerasan. Manusia cinta pada kedamaian. Saking tidak sukanya manusia pada kekerasan, sampai-sampai ada yang menolak saat diajak berjihad ke medan perang.
Karena itulah Allah SWT menurunkan surat al-Baqarah ayat 216 yang artinya:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu …”
Jadi, kepada para intelektual Muslim, janganlah mengorupsi syariat. Jangan tampilkan syariat hanya sebagian saja, sedang sebagian yang lain disembunyikan. Jelaskan syariat secara utuh agar masyarakat bisa mengetahui, memaklumi, dan mengamalkannya. sumber
No comments:
Post a Comment