Brunei Resmi Berlakukan Hukum Syariah Islam
Sultan Brunei, Hassanal Bolkiah saat mengumumkan berlakunya Syariah Islam di negeri kaya minyak itu. |
Brunei Darussalam, Kamis (1/5/2014), resmi memberlakukan hukum pidana syariah Islam yang dikecam keras berbagai kelompok pegiat hak asasi manusia internasional.
"Dengan iman yang teguh dan ucapan terimakasih kepada Allah, saya ingin menyatakan bahwa besok Kamis, 1 Rajab 1435, merupakan saat untuk penegakan tahap pertama dari Syariah KUHP Orde 2013, yang akan diikuti oleh fase berikutnya," titah sang Raja
Dalam kesempatan yang sama ia menepis rumor yang menyatakan bahwa pelaksanaan hukum Syariah telah ditunda dari 22 April 2014.
"Hal itu tidak benar, bahwa kita menunda tanggal pelaksanaan seperti dikutip oleh media. Kita perlu memahami frase 'enam bulan setelah hukum dikukuhkan', yang berarti bahwa bahkan saat ini masih dalam periode enam bulan yang ditentukan (untuk implementasi)."
Ia juga mengatakan bahwa KUHP Syariah merupakan wujud kebangkitan hukum Islam yang dahulu kala pernah dipraktikkan oleh para pendahulunya, dimana hal itu menurutnya merupakan bentuk kewajiban untuk menegakkan hukum-hukum Allah.
"Ingat, fokus kami adalah pada Allah SWT saja, mencari persetujuan-Nya saja, tidak melihat kiri atau kanan untuk mencari persetujuan orang lain."
''Keputusan untuk menerapkan (hukum syariah) tidak untuk senang-senang tapi untuk menaati perintah Allah seperti yang tertulis dalam Al Quran,'' katanya dalam pidato hari Rabu (30/4/2014) ketika mengumumkan peluncuran tahap pertama hukum syariah.
Hassanal juga sempat menjawab kritikan tajam dari kalangan pers dan kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia internasional yang menyoroti sejumlah hukum dalam Syariah seperti cambuk, rajam dan hukuman mati.
"Kami tidak pernah memandang orang lain dengan pandangan negatif, karena apa yang mereka lakukan merupakan hak mereka dan juga merupakan pilihan masing-masing. Kami juga tidak mengharapkan mereka dapat menerima atau setuju dengan kami, namun kami merasa cukup puas jika mereka menghormati kami seperti kami sepatutnya menghormati mereka."
"Beberapa teori menyatakan bahwa hukum Allah itu kejam dan tidak adil, tetapi Allah SWT sendiri yang menyatakan hukum-Nya.Berapakah nilai dari teori ini dibandingkan dengan ayat-ayat Allah SWT?"
Keputusan untuk menerapkan Syariah KUHP Orde 2013 menurutnya bukan merupakan atas kehendak pribadinya namun hanya untuk menjalani perintah Allah SWT seperti yang ditentukan dalam Alquran dan Sunnah.
Kelompok pegiat HAM internasional menyebut tindakan Brunei sebagai suatu langkah mundur bagi hak asasi manusia.
Sebagian besar hukuman dapat diterapkan untuk non-Muslim yang jumlahnya sekitar sepertiga dari 440.000 jiwa warga negara Brunei Darussalam.
Meski mendapat kecaman, Sultan Hassanal Bolkiah menyebut hukum terbaru tersebut sebagai ''prestasi besar'' untuk Brunei.
Sementara itu, Datin Hjh Hayati, Jaksa Agung Brunei Darussalam mengatakan, hukum syariah Brunei memiliki proses yang ketat dan kompleks yang layak mendapatkan perhatian masyarakat luar, seperti ditulis the Brunei Times.
"Hukuman untuk pembunuhan dalam hukum syariah dan hukum perdata pidana adalah sama yakni hukuman mati," kata Datin Hjh Hayati dalam sebuah kuliah umum mengenai hukum syariah tahun 2013 di International Convention Centre (ICC) Bandar Seri Begawan.
Memperhitungkan hak korban
Jaksa agung Brunei mencatat, hukum syariah memperhitungkan hak-hak korban atau ahli waris korban termasuk anggota keluarga.
"Namun di pengadilan syariah sebelum hukuman dilaksanakan, ahli waris korban bisa memaafkan atau meminta kompensasi (diat). Pengadilan atau pemerintah tidak bisa campur tangan dalam urusan ini," kata Datin Hjh Hayati, seperti dilaporkan Brunei Times.
Salah satu perbedaan antara hukum syariah dan hukum perdata pidana adalah kesaksian saksi dalam hudud (hukuman tetap) kasus dan qisas (pembalasan) harus adil dan tidak dapat bertentangan satu sama lain, tambahnya.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa bulan April lalu mendesak Brunei untuk menunda penerapan syariah Islam sehingga mereka bisa meninjau hukum tersebut untuk memastikan apakah memenuhi standar hak asasi manusia internasional.
"Di bawah hukum internasional, merajam orang sampai mati merupakan penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan orang atau hukuman lain dan dengan demikian jelas dilarang," kata juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Rupert Colville dalam konferensi pers pada awal April.
Colville menambahkan, hukum pidana Brunei ini "dapat mendorong kekerasan lebih lanjut dan diskriminasi terhadap perempuan" karena stereotip yang "tertanam". sumber
Hukuman syariah tersebut bakal diterapkan secara bertahap. Bentuk hukuman itu di antaranya cambuk, memotong anggota badan sampai eksekusi mati dengan cara dirajam untuk beragam jenis kejahatan. Putusan ini tidak main-main, apalagi yang menerapkannya adalah penguasa mutlak Brunei.
Meski putusan didukung banyak anggota etnis mayoritas Melayu Muslim, hujan kritik sempat mengguyur Sultan atas penerapan hukuman tersebut. Tak cuma dari warga non-Muslim dan pengguna media sosial di Brunei, kritikan juga datang dari organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Melalui kantor hak asasi manusia, PBB mengaku prihatin atas ditetapkannya hukum syariah tersebut. Pasalnya, menurut PBB, hukuman rajam ataupun cambuk melanggar hukum internasional. Hukuman semacam itu diklasifikasikan sebagai penyiksaan, sadis, tidak manusiawi atau merendahkan hukuman lain.
Wakil Direktur Asia untuk Kantor Hak Asasi Manusia, Phil Robertson, mengibaratkan pemberlakuan hukuman tersebut seperti kembali ke abad pertengahan. "Ini seperti kembali ke abad pertengahan. Ini merupakan sebuah langkah besar HAM di Brunei dan jauh keluar dari abad 21," ujar Phil.
Namun, Sultan pun menjawab kritikan itu. Sultan memerintahkan kritik itu dihentikan hingga akhirnya mereka tak berkutik. "Teori menyatakan bahwa hukum Allah itu kejam dan tidak adil, tapi Allah sendiri telah mengatakan bahwa hukum itu memang adil," kata Sultan menjawab kritikan itu.
Para pejabat telah berusaha meredakan kekhawatiran. Mereka mengatakan, untuk memutuskan hukuman, diperlukan bukti yang sangat akurat. Hakim pun memiliki diskresi yang luas untuk menghindari hukuman syariah. sumber
No comments:
Post a Comment